Tanto, Try Al, and Yayat
Abdillah. 2014. “Indeks Kerentanan Pesisir di Pulau Sebuku Kalimantan Selatan.”
In Pertemuan Ilmiah Nasional Tahunan X ISOI 2013. Jakarta (ID): Ikatan
Sarjana Oseanologi Indonesia.
INDEKS KERENTANAN PESISIR DI PULAU SEBUKU
KALIMANTAN SELATAN
COASTAL VULNERABILITY INDEKS IN SEBUKU ISLAND
SOUTH KALIMANTAN
Try Al Tanto dan Yayat Abdillah
Loka Penelitian Sumber Daya dan
Kerentanan Pesisir
Jl. Raya Padang-Painan Km.16,
Padang
email: try.altanto@gmail.com/try_altanto@yahoo.com
ABSTRACT
Coastal areas and small islands get the
biggest impact of climate change. Small islands have special characteristics
and vulnerabilities that require different management from other mainland
regions. Sebuku Island is one of small islands in Kota Baru District of South
Kalimantan cannot be separated from the problem of coastal vulnerability. Sebuku
Island has a more stable geodynamic characteristics which do not occur removal
and decrease the earth's crust, so that the study of coastal vulnerability
related to physical variables fits performed in this area. The research
objectives are to identify the condition and vulnerability of the coast, and
the coastal vulnerability mapping in Sebuku Island. For this reason analysis of
the coastal vulnerability to Sebuku Island, to determine the area of coastal
vulnerability index was carried out. Geographic Information System (GIS) is
used to analyze the information about elevation, beach slope, shoreline
displacement, mean tidal range and the wave. Map of coastal vulnerability index
shows that the Sebuku Coastal has a high vulnerability with value index
3.02-3.82 and quantity of coastal area of 92.8%. The 1.7 % coastal area has a very high
vulnerability with value index 4.07 and the 5.5 % coastal area with 2.02-2.97 value
index mean while has an index moderate.
Keywords
: Coastal Vulnerability, CVI, Sebuku Island, South of Kalimantan
ABSTRAK
Wilayah
pesisir dan pulau-pulau kecil mendapatkan pengaruh perubahan iklim paling besar.
Pulau kecil memiliki karakteristik dan kerentanan khusus yang memerlukan
pengelolaan berbeda dari wilayah daratan lainnya. Pulau Sebuku merupakan salah
satu pulau kecil yang berada di Kabupaten Kota Baru Kalimantan Selatan, tidak
dapat terlepas dari permasalahan kerentanan pesisir tersebut. Pulau Sebuku memiliki
karakteristik geodinamika yang lebih stabil dimana tidak terjadi pengangkatan
dan penurunan kerak bumi, sehingga studi kerentanan pesisir yang terkait dengan
variabel-variabel fisik cocok dilakukan pada daerah ini. Tujuan penelitian
adalah untuk mengidentifikasi kondisi dan kerentanan pesisir, serta memetakan
tingkat kerentanan pesisir tersebut di Pulau Sebuku. Penelitian ini menganalisa
informasi mengenai elevasi, kelerengan, perubahan garis pantai, rata-rata
tunggang pasut, dan tinggi gelombang, dengan menggunakan analisa Sistem
Informasi Geografis (SIG). Peta indeks kerentanan pesisir yang diperoleh
menunjukkan bahwa pesisir Pulau Sebuku memiliki kerentanan yang tinggi dengan
nilai indeks 3.02-3.82. Sebesar 92.8% luasan pesisir Pulau Sebuku memiliki
indeks kerentanan yang tinggi tersebut. Kerentanan sangat tinggi memiliki nilai
indeks 4.07 dengan luas daerah pesisir sebesar 1.7%, dan nilai indeks 2.02-2.97 menunjukkan
kerentanan pesisir sedang dengan luas daeran pesisir sebesar 5.5%.
Kata kunci : Kerentanan
Pesisir, IKP, Pulau Sebuku, Kalimantan
Selatan
I. PENDAHULUAN
Indonesia memiliki kepulauan terbanyak di dunia, dimana ribuan pulau kecil dan besar bertebaran di Nusantara. Berdasarkan survei geografi dan toponimi yang berakhir pada tahun 2010, diketahui bahwa Indonesia memiliki 13.466 pulau (Nasional Geographic Indonesia, 2012). Wilayah pesisir memiliki penduduk yang sangat padat, diperkirakan jumlah penduduk yang tinggal di daerah pesisir Indonesia adalah sekitar 60%. Dengan meningkatnya jumlah penduduk yang tinggal di daerah pesisir maka akan memberikan berbagai dampak tekanan terhadap lingkungan pesisir (Tarigan, 2007).
Perubahan iklim telah nyata dirasakan di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil yang merupakan area sangat rentan terkena dampaknya. Pulau kecil merupakan entitas daratan yang memiliki karakteristik dan kerentanan khusus, sehingga pengelolaan pulau kecil memerlukan format yang berbeda dengan wilayah daratan. Studi tentang kerentanan pesisir terhadap variabel-variabel fisik yang mempengaruhi dinamika pantai menjadi salah satu fokus utama kegiatan penelitian.
Pulau Sebuku merupakan salah satu pulau kecil yang berada di Kabupaten Kota Baru, Propinsi Kalimantan Selatan dengan luas sekitar 245.5 km2. Di sebelah utara, timur, dan selatan pulau ini berbatasan dengan Selat Makasar, sedangkan bagian barat berbatasan dengan Selat Sebuku. Pulau ini juga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Kota Baru dengan Ibukotanya Sungai Bali (Bappeda Kota Baru, 2011). Pulau Sebuku memiliki karakteristik geodinamika yang lebih stabil dimana tidak terjadi pengangkatan dan penurunan kerak bumi, sehingga studi kerentanan pesisir yang terkait dengan variabel-variabel fisik cocok dilakukan pada daerah ini. Pulau ini terkenal dengan deposit batu bara, bijih besi dan minyak bumi, yang saat ini sudah digarap oleh beberapa perusahaan swasta (Bappeda Kota Baru, 2011). Dengan kondisi tersebut tentunya dapat mempengaruhi terhadap kerentanan pesisir pulau. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi kondisi dan kerentanan pesisir, serta memetakan tingkat kerentanan pesisir Pulau Sebuku.
II. METODE PENELITIAN
Data primer diperoleh dengan melakukan pengukuran kualitas air di Pulau Sebuku, Kalimantan Selatan pada bulan Juni 2012. Kualitas air diukur pada 4 titik darat (sungai atau sumur) dan 10 titik di laut sekitar pulau. Titik pengukuran pada darat ditandai dengan titik A, B, C dan D, sedangkan pengukuran laut pada titik 1 sampai dengan 10. Titik sampel ditentukan berdasarkan lokasi aliran sungai yang bermuara ke laut, yang tentunya dapat memengaruhi salinitas pada air sungai ataupun air laut, juga pada sumur-sumur yang berada di sekitar pesisir pantai tempat pemukiman warga.
Data sekunder yang dikumpulkan selama penelitian ini adalah informasi elevasi, kelerengan, perubahan garis pantai, rata-rata tunggang pasut, dan tinggi gelombang. Analisis kelerengan dilakukan dengan menggunakan data elevasi SRTM 90m DEM (The CGIAR Consortium for Spatial Information, 2012). Peta kelerengan diperoleh dari DEM melalui proses terrain slope yang kemudian dikelaskan berdasarkan kelas kemiringan lereng. Analisis perubahan garis pantai dilakukan dengan menggunakan data citra Landsat tahun 2003 dan 2012 (USGS Science for a Changing World, 2012). Data pasang surut diperoleh dengan melakukan model/prediksi, menggunakan software Oregon Tidal Prediction Service (OTPS). Perhitungann yang dilakukan dengan menggunakan komponen harmonik yang diturunkan dari data altimeter satelit Topex/Poseidon yaitu data sea surface height. Data gelombang diperoleh dari data satelit (European Centre for Medium-Range Weather Forecast, 2012) berupa tinggi gelombang signifikan. Variabel-variabel data fisik tersebut dipilih karena peranannya yang penting dalam menentukan kerentanan daerah pesisir terhadap faktor alam yang mendukung dan mempengaruhi dinamika pantai. Data lainnya yang juga berguna dalam penelitian adalah data batimetri yang diperoleh dari Badan Informasi Geospasial (BIG), untuk mengetahui morfologi dasar laut di sekitar Pulau Sebuku.
Sebelum melakukan pengolahan data kerentanan pesisir Pulau Sebuku, dilakukan identifikasi awal berupa cek lapangan. Berdasarkan kajian yang pernah dilakukan Birk, kegiatan cek lapangan dilakukan dengan pengukuran kualitas air, profil pantai, serta wawancara dengan masyarakat setempat. Alat yang digunakan saat cek lapangan adalah TOAA Multi-parameter untuk mengukur kualitas air, kompas geologi untuk mengukur profil pantai pada titik A dan D. Pengambilan data kualitas air dilakukan untuk melihat apakah terjadi intrusi air laut terhadap daratannya, karena sebagai pulau kecil sangat rentan dari pengaruh intrusi air laut tersebut. Untuk data profil pantai diambil gambaran umum kondisi pulau. Wawancara yang dilakukan kepada masyarakat berupa informasi yang terkait dengan kejadian-kejadian yang pernah ada sebelumnya berupa pasang tertinggi ataupun rob. Dari hasil wawancara ini akan semakin menguatkan hasil analisis dan pengolahan yang dilakukan.
Setelah dilakukan pengukuran dan cek lapangan, pengolahan data kerentanan pesisir Pulau Sebuku dilakukan dengan analisis SIG. Analisis yang digunakan terbatas hanya berkaitan dengan identifikasi kerentanan pesisir. Variabel yang digunakan dalam pengolahan berupa variabel fisik, yaitu perubahan garis pantai, kemiringan pantai, kisaran pasang surut, dan tinggi gelombang yang akan mewakili dari kerentanan pesisir di Pulau Sebuku.
Gambar 1. Lokasi Survei Lapang
Tabel 1. Parameter Fisik Kerentanan Pesisir Pulau Sebuku
Sumber: Modifikasi dari Farida dan Kanchana (2011); Thieler, E. Robert dan E. S. Hammar-Klose (1999);
Thieler, E. Robert dan E. S. Hammar-Klose (2000); dan Khrisnasari, Andrena (2007)
Persamaan yang digunakan untuk menghitung kerentanan pesisir (Modifikasi dari Farida dan Kanchana, 2011) adalah:
Keterangan:
CVI = Indeks Kerentanan Pesisir
W1 = Nilai perubahan garis pantai
W2 = Nilai kemiringan pantai
W3 = Nilai tinggi gelombang
W4 = Nilai kisaran pasang surut
X1 = Bobot perubahan garis pantai
X2 = Bobot kemiringan pantai
X3 = Bobot tinggi gelombang
X4 = Bobot kisaran pasang surut
Nilai indeks kerentanan pesisir yang diperoleh dari perhitungan tersebut diklasifikasi menurut tingkat kerentanan yang terjadi, yaitu:
Tabel 2. Klasifikasi kerentanan pesisir CVI
Sumber: modifikasi dari Doukakis dalam Wahyudi, 2009
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada umumnya Pulau Sebuku dikelilingi oleh vegetasi mangrove yang cukup luas. Hal ini terlihat pada bagian barat pulau, yaitu titik 1, 2, 3, 4 dan 10 yang terdapat hamparan tanaman mangrove yang luas dan tidak terlihat adanya pesisir pantai. Pada daerah bagian barat pulau, yang berdekatan dengan titik sampling 3 terdapat aktifitas penambangan batu bara pinggir pantai. Pada bagian timur pulau (titik 6, 7, 8 dan 9) merupakan pantai berbatu, bertebing, yang terdapat pepohonan dan juga beberapa tanaman mangrove. Tipologi pulau bagian barat dan timur di Pulau Sebuku yang cukup berbeda secara signifikan ini, terjadi akibat sifat fisik perairan sekitarnya. Bagian barat yang berbatasan dengan Selat Sebuku merupakan perairan dangkal dengan gelombang yang cukup tenang. Sedangkan bagian timur pulau yang berbatasan dengan Selat Makasar memiliki gelombang yang cukup tinggi.
Untuk Pulau Sebuku bagian utara dan selatan memiliki pesisir pantai, sehingga dapat diperoleh gambaran tipologi pantai kedua lokasi tersebut. Pantai bagian utara (Desa Tanjung Mangkok/Titik D) Pulau Sebuku memiliki pesisir yang cukup luas dengan kelandaian yang relatif kecil. Sejauh 200 meter bahkan lebih pesisir utara Pulau Sebuku ini memiliki kelandaian < 2°, dengan tipologi pantai berupa pantai berpasir yang terdapat karang mati, dan dengan kondisi gelombang cukup tenang yang terlihat pada saat air surut. Kondisi air sumur daerah ini diduga terjadi intrusi air laut dimana air sumur yang berjarak sampai beberapa ratus meter dari garis pantai masih terasa asin pada saat laut surut dan mengakibatkan air sumur tidak dapat digunakan oleh warga untuk kebutuhan mereka sehari-hari.
Tabel 3. Parameter Fisik dan Kimia di Lokasi Sampling
Sedikit berbeda dengan pantai bagian utara, pantai Pulau Sebuku bagian selatan (Desa Sekapung/titik A) memiliki kondisi gelombang yang cukup tinggi. Hal ini sangat terasa sewaktu melakukan pengitaran pulau dengan speedboat, mengharuskan pengemudi mengambil jalur yang cukup jauh ke arah laut karena tidak bisa dilakukan penelusuran di dekat pantai akibat hempasan ombak yang besar tersebut. Keadaan tersebut juga dikuatkan dari data tinggi gelombang signifikan yang terjadi pada waktu survei, yaitu mencapai 1 meter lebih (Gambar 7). Tipologi pantai bagian selatan ini berpasir dengan adanya karang mati, kelandaian berkisar antara 2-6° (Tabel 1) dengan kategori sedang, dan memiliki lebar pantai sebesar 39.5 m. Pada lokasi titik A ini terlihat adanya abrasi yaitu sekitar 60 cm. Menurut warga setempat, sekitar tahun 1990-an kondisi pantai di Desa Sekapung lebih luas lagi dari yang terlihat sekarang. Begitu juga dengan kondisi air sumurnya yang masih terasa tawar dan bisa dikonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Berbeda dengan keadaan sekarang, airnya terasa asin bahkan sumur-sumur sering kering. Hal ini diduga terjadi intrusi air laut ke darat. Selain itu menurut warga, pernah terjadi pasang maksimum pada tahun 2009, yang mengakibatkan air laut naik jauh ke arah daratan. Pada daerah bagian selatan pulau yang berdekatan dengan titik sampling 5 juga terlihat aktifitas penambangan batubara.
Hasil pengukuran lain berupa parameter fisik dan kimia air laut pada titik sampling adalah pH dengan kisaran 7.81-8.09, nilai ini mewakili nilai pH air laut yang mengalami pengaruh air tawar dari sungai. Nilai DO berkisar antara 4.07-4.75 mg/L, konduktivitas berkisar 4.24-4.71 mS/cm, turbiditas berkisar 0-24.2 JTU, nilai suhu berkisar antara 27.8-31.3°C, dan sigma-t berkisar 16.9-19.4. Sedangkan parameter fisik dan kimia air sumur ataupun sungai pada titik sampling adalah pH dengan kisaran 6.98-8.58, yang merupakan nilai kisaran pH untuk air tawar, namun air sumur pada titik A dan titik D sedikit dipengaruhi oleh sifat air laut. Nilai DO berkisar antara 1.6-4.96 mg/L, konduktivitas berkisar 0.108-41.1 mS/cm, dan suhu berkisar antara 25.9-30.9°C. Untuk nilai turbiditas dan sigma-t pada air sumur ataupun sungai bernilai nol.
3.1. Batimetri
Kedalaman perairan Pulau Sebuku terlihat perbedaan signifikan (Gambar 2), yang mana perairan bagian barat pulau lebih dangkal daripada perairan sebelah timurnya. Hal ini diakibatkan perairan sebelah timur Pulau Sebuku berhadapan langsung dengan Selat Makasar (laut lepas).
Pada Selat Makasar terlihat adanya beberapa bentuk Ridge, yaitu punggungan / pegunungan dasar laut dengan puncak sempit dan lerengnya curam. Bentukan dari Ridge jika terangkat dapat membentuk suatu daratan yang berupa pulau kecil. Kedalaman laut disekitar Pulau Sebuku masih tergolong dangkal, berkisar kurang dari 50 meter. Bagian barat pulau (Selat Sebuku) memliki kedalaman yang lebih dangkal lagi, hanya berkisar 2 – 5 meter. Nilai cukup dalam berada di Selat Makasar, bagian timur Pulau Sebuku dengan kedalaman mencapai 40 meter.
Gambar 2. Peta 3D Batimetri Pulau Sebuku dan Sekitarnya
3.2. Perubahan Garis Pantai
Dari hasil analisis yang dilakukan, terlihat perubahan garis pantai Pulau Sebuku dari tahun 2003 sampai tahun 2012 berkisar sedang (Tabel 1). Perubahan garis pantai sangat tinggi banyak terjadi pada pantai bagian selatan. Hal ini dapat terjadi karena kondisi gelombang yang cukup drastis (Gambar 7) pada daerah ini menyebabkan terjadi pengikisan pantai oleh gelombang (abrasi). Perubahan garis pantai sangat kecil terjadi pada bagian barat pulau, yang kebanyakan ditumbuhi oleh vegetasi mangrove. Perubahan garis pantai cukup besar juga terdapat pada bagian barat daya, kemungkinan besar terjadi akibat penebangan pohon mangrove pada daerah ini.
Gambar 3. Peta Kerentanan Pesisir Pulau Sebuku Berdasarkan Perubahan Garis Pantai
3.3. Elevasi/Kelerengan
Berdasarkan elevasi Pulau Sebuku, kerentanan tinggi terjadi disepanjang pantai bagian barat. Hal ini diakibatkan karena berdasarkan peta elevasi Pulau Sebuku, daerah barat ini dianggap memiliki daratan yang cukup rendah. Ketinggian (elevasi) daerah bagian barat Pulau Sebuku yaitu berkisar antara 5 – 40 m, dan kelerengan cukup terjal terjadi pada bagian utaranya yang mencapai ketinggian 40 m.
Berbeda dengan bagian timur pulau, yang memiliki daratan cukup tinggi serta terjal. Hampir di sepanjang pesisir pantai bagian timur Pulau Sebuku memiliki elevasi yang tinggi, yaitu berkisar antara 15 - 130 m, dan sangat sedikit bagian daerah ini yang memiliki kelerengan yang tidak terjal. Sehingga analisis kerentanan pesisir berdasarkan elevasi pada bagian timur pulau sedang, bahkan ada yang sangat rendah.
Gambar 4. Elevasi Sepanjang Pesisir Pantai Pulau Sebuku Bagian Barat Gambar
Gambar 6. Peta Kerentanan Pesisir Pulau Sebuku Berdasarkan Elevasi/Kelerengan
3.4. Tinggi Gelombang
Nilai kisaran tinggi gelombang signifikan yang diperoleh pada bulan juni 2012 berkisar antara 0.24 – 1.38 m. Dari nilai kisaran tinggi gelombang tersebut dapat diketahui bahwa range tinggi gelombang adalah sebesar 1.14 m. Sehingga dari nilai tersebut diperoleh hasil analisis kerentanan pesisir Pulau Sebuku berdasarkan range tinggi gelombang adalah sedang (kisaran 1 – 1.5 m).
Gambar 7. Grafik Tinggi Gelombang Signifikan di Perairan Pulau Sebuku
3.5. Pasang Surut
Pasang surut yang terjadi di perairan Pulau Sebuku adalah tipe campuran (mixed tide), yang dapat dilihat dari grafik pasang surut yang dihasilkan. Penentuan tipe pasang surut juga ditentukan dengan menggunakan formulasi bilangan Formzahl. Berikut komponen pasang surut yang diperoleh dari data 15 hari dengan analisis Admiralty.
Tabel 4. Komponen Pasang Surut Perairan Pulau Sebuku
Nilai bilangan Formzahl yang dihasilkan adalah 0.6858, yang berarti pasang surut yang terjadi adalah campuran condong semi diurnal (0.25 ≤ F ≤ 1.5). Dimana dalam sehari terjadi dua kali pasang dan dua kali surut dengan bentuk gelombang pasang pertama tidak sama dengan gelombang pasang kedua, namun lebih condong semi-diurnal. Berikut tampilan grafik pasang surut perairan sekitar Pulau Sebuku.
Dari data nilai tinggi muka air yang terjadi pada bulan Juni 2012 hasil data pemodelan tersebut, dapat diketahui bahwa nilai pasang tertinggi sebesar 128.29 cm dan nilai surut terendah sebesar -113.11 cm. Dengan nilai pasang tertinggi dan terendah ini sehingga diperoleh nilai kisaran pasut (tidal range) sebesar 241.4 cm (Gambar 8). Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh pasang surut air laut terhadap kerentanan pesisir Pulau Sebuku sangat tinggi (Tabel 1).
Gambar 8. Grafik Pasang Surut Perairan Pulau Sebuku
3.6. Indeks Kerentanan Pesisir (IKP) Pulau Sebuku
Peta indeks kerentanan pesisir Pulau Sebuku diperoleh dengan penggabungan analisis proses fisik yang telah dilakukan sebelumnya, yaitu analisis perubahan garis pantai, analisis elevasi/kelerengan, analisis kisaran pasang surut dan analisis tinggi gelombang.
Gambar 9. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Pulau Sebuku
Terlihat dari peta hasil pengolahan (Gambar 9), bahwa kondisi pesisir Pulau Sebuku memiliki kerentanan yang tinggi. Nilai indeks yang menunjukkan kerentanan pesisir tinggi tersebut adalah 3.02-3.82. Nilai indeks 4.07 menunjukkan kerentanan pesisir sangat tinggi, dan nilai indeks 2.02-2.97 menunjukkan kerentanan pesisir sedang.
Tabel 5. Nilai IKP Pulau Sebuku
Luas pesisir Pulau Sebuku yang memiliki indeks kerentanan tinggi tersebut adalah 2661.83 Ha (26,618,278 m2) atau 92.8%, seluas 50.2 Ha (501,975 m2) atau 1.7% dengan indeks kerentanan sangat tinggi, dan seluas 156.56 Ha (1,565,555 m2) atau 5.5% dengan indeks kerentanan pesisir sedang.
IV. KESIMPULAN
1. Intrusi air laut terjadi pada Desa Sikapung dan Desa Tanjung Mangkok, untuk pesisir Desa Sikapung terjadi abrasi setinggi 60 cm.
2. Sebagian besar pesisir Pulau Sebuku memiliki kerentanan yang tinggi dengan nilai indeks 3.02-3.82 dan luas sebesar 92.8% pesisir P. Sebuku.
3. Luas pesisir Pulau Sebuku yang memiliki nilai indeks kerentanan sangat tinggi 4.07 adalah sebesar 1.7% dan 5.5% luas pesisir dengan nilai indeks kerentanan pesisir sedang 2.02-2.97.
SARAN
Perlu kewaspadaan masyarakat di sekitar Pulau Sebuku dan aparat pemerintah
dalam kegiatan ataupun rencana pembangunan di daerah pesisir pulau. Kewaspadaan akan aktifitas berupa penambangan pinggir pantai yang berjalan perlu pemantauan dan pengelolaan lebih lanjut lagi, sehingga dapat mengurangi resiko bahaya yang akan terjadi ataupun yang sudah mulai terjadi.
UCAPAN TERIMAKASIH
Terimakasih kami ucapkan kepada Kepala LPSDKP, karena telah mempercayakan pelaksanaan kegiatan penelitian ini dan juga membantu dalam kegiatan penelitian. Terimakasih kepada Bapak Dr. Sugiarta Wirasantosa dan Bapak Dr. John. I. Pariwono selaku Narasumber kegiatan. Masukan, saran dan arahan beliau menjadikan kami dapat menyelesaikan kegiatan penelitian secara tuntas. Tidak lupa ucapan terimakasih kami kepada instansi pemerintah daerah setempat, Dinas Kelautan dan Perikanan dan Bappeda Kabupaten Kota Baru yang telah membantu dalam kelancaran pelaksanaan kegiatan di daerah studi.
DAFTAR PUSTAKA
Bappeda Kota Baru, 2011. Kajian Penyusunan Zonasi Pulau Sebuku - Kabupaten Kotabaru. Laporan Akhir, hal 5, 22 dan 23.
Birk, Thomas. Impacts of Climate Change on Pacific Atolls: Vulnerability and Adaptive Capacity. A case study from Ontong Java atoll, Solomon Islands. Department of Geography and Geology, Universitas of Copenhagen.
Duriyapong, Farida dan Kanchana Nakhapakorn. 2011. Coastal Vulnerability assessment: A Case Study of Samut Sakhon Coastal Zone. Faculty of Environment and resource Studies, Mahidol University, Thailand.
European Centre for Medium-Range Weather Forecast, 2012. (http://data-portal. ecmwf.int/data/d/edit/personal/temporary/netcdf18/, diakses 12 Desember 2012).
Khrisnasari, Andrena, 2007. Kajian Kerentanan Terhadap Kenaikan Muka Laut di Jakarta Utara. Tugas Akhir. Program Studi Oseanografi Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Nasional Geographic Indonesia, 2012. (http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/ 02/hanya-ada-13466-pulau-di-indonesia, diakses Desember 2012).
Tarigan, M. Salam. 2007. Perubahan Garis Pantai di Wilayah Pesisir Perairan Cisadane, Provinsi Banten. Makara, Sains, Vol. 11, No. 1, April 2007: 49- 55. Pusat Penelitian Oseanografi, LIPI.
The CGIAR Consortium for Spatial Information, 2012. (http://srtm.csi.cgiar.org/ SELECTION/listImages.asp, diakses 12 Desember 2012).
Thieler, E. Robert dan E. S. Hammar-Klose, 1999. National Assessment of Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise: Preliminary Results for the U.S. Atlantic Coast, USGS. Open File Report 99-593.
Thieler, E. Robert dan E. S. Hammar-Klose, 2000. National Assessment of Coastal Vulnerability to Sea-Level Rise: Preliminary Results for the U.S. Gulf of Mexico Coast, USGS. Open File Report 00-179.
USGS Science for a Changing World, 2012. (http://glovis.usgs.gov/, diakses bulan Juni 2012).
Wahyudi, T. Hariyanto, Suntoyo. 2009. Analisa Kerentanan Pantai di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur. Prossiding. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi 2009. Surabaya: Institut Teknologi Semarang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar