Senin, 25 Maret 2013

Pulau Sipora



Kerentanan Pesisir Terhadap Kenaikan Muka Laut di Pulau Sipora

Try Al Tanto
Loka Penelitian Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir
Jl. Padang-Painan Km. 16 Bungus, Padang, Sumatera Barat 24245
Telp/Fax: 0751-751458


I.         Latar Belakang

Pulau Sipora merupakan salah satu pulau di Kabupaten Kepulauan Mentawai, merupakan pusat pemerintahan kabupaten tersebut yang sebagian besar aktivitasnya dilakukan di daerah ini. Kepadatan penduduk di Pulau Sipora ini juga terbesar dibandingkan pulau-pulau lainnya di Kepulauan Mentawai, sehingga menjadikan fokus penelitian di daerah ini. Hal ini dapat dilihat dari data kependudukan kepulauan mentawai tahun 2010.
Table 1. Kepadatan Penduduk Kepulauan Mentawai Berdasarkan Kecamatan
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Luas Wilayah (km2)
Kepadatan Penduduk
(Orang/km2)
Pagai Selatan
8781
901.08
10
Sikakap
9550
278.45
34
Pagai Utara
5132
342.02
15
Sipora Selatan
8549
268.47
32
Sipora Utara
9238
383.08
24
Siberut Selatan
8475
508.33
17
Siberut Barat Daya
6080
649.08
9
Siberut Tengah
6071
739.87
8
Siberut Utara
7794
816.11
10
Siberut Barat
6751
1124.86
6
Mentawai
76421
6011.35
13
Sumber: BPS Kepulauan Mentawai, 2010
Sebagai salah satu wilayah kepulauan yang langsung berhadapan dengan Samudera Hindia, tentunya banyak pengaruh fisik ataupun alam yang menjadi perhatian cukup besar yang dapat mempengaruhi kepulauan ini. Salah satunya berupa kerentanan pesisirnya dari kenaikan muka laut. Kenaikan muka laut sendiri ada yang terjadi secara periodik dan juga terjadi secara permanen. Dalam hal ini, kerentanan pesisir yang dimaksud adalah dari kenaikan muka laut yang terjadi secara permanen.
Akhir-akhir ini, perubahan iklim global menyebabkan kenaikan muka laut yang dapat menjadi ancaman serius bagi semua lahan pesisir terutama yang berelevasi rendah. Bahkan kenaikan muka laut ini dapat mencapai tingkat ekstrim. Pulau Sipora sendiri yang dikelilingi oleh laut, pastinya tidak terlepas dari pengaruh perubahan iklim global tersebut. Hal ini akan berdampak secara langsung dengan semakin meningkatanya frekuensi dan luasan genangan air pada pesisir pantainya, sehingga nantinya dapat mengganggu aktivitas dari masyarakat.
Kegiatan mengenai ‘Kerentanan Pesisir terhadap Kenaikan Muka Laut di Pulau Sipora’ ini bertujuan untuk melihat gambaran secara visual kondisi pesisir di Pulau Sipora dan memetakan tingkat kerentanan pesisirnya dari kenaikan muka laut dengan beberapa parameter pengukuran yang terkait. Untuk selanjutnya, dapat tersusun suatu model pengelolaan dan pengembangan wilayah pesisir yang berwawasan mitigasi kerentanan.
II.      Metodologi
  Lokasi Penelitian
Kegiatan survey lapangan pengambilan data beberapa parameter yang terkait dilakukan di sekeliling Pulau Sipora. Titik-titik lokasi survey ada sekitar 16 titik yang lebih terfokus dan banyak di pesisir pantai timur pulau tersebut. Hal ini dengan pertimbangan bahwa pemukiman penduduk di Pulau Sipora lebih banyak di bagian timur pulau.


Gambar 1. Lokasi Penelitian
  Pengambilan Data Lapangan
Dalam penelitian yang terkait dengan kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut, dilakukan pengambilan data primer baik berupa pengamatan secara visual dan juga pengukuran langsung di lapangan. Pengamatan secara visual dapat dilakukan dengan melihat secara langsung, berupa tipologi pantai, bentuk lereng, dan morfologi pantai, serta dengan mengambil gambar daerah lokasi penelitian. Untuk data lapangan, pengukuran yang dilakukan adalah berupa kemiringan pantai, relief pantai, dan lebar pantai. Selain data primer tersebut, diperlukan juga data sekunder berupa data jenis batuan pantai untuk daerah terkait yang diperoleh dari peta geologi dan data tutupan lahan untuk daerah Kepulauan Mentawai.
Kemiringan Pantai
Pengukuran kemiringan pantai dilakukan dengan menggunakan water pass dan kompas geologi. Pengambilan data dengan water pass ditambah dengan peralatan lain seperti meteran, dan juga satu buah kayu range sepanjang 2 meter. Langkah pertama, kayu range yang berukuran 2 m diletakkan secara horizontal di atas pasir dan dilekatkan tepat pada batas pantai teratas. Kemudian waterpass diletakkan di atas kayu range berukuran 2 m, lalu kayu tersebut dipastikan horizontal sampai air pada alat water pass tepat berada di tengah. Setelah dipastikan horizontal, hitung ketinggian kayu range tersebut dengan meteran.  Sehingga dapat diketahui kemiringan pantai tersebut dengan cara menghitung sudut yang dibentuk antara garis horizontal dan vertikal yang didapatkan. Pengukuran ini dilakukan dari batas pantai teratas sampai pantai yang tepat menyentuh air.  

Gambar 2. Alat Ukur Kemiringan, Water Pass

 
 Gambar 3. Pengukuran Kemiringan Pantai

Untuk penggunaan kompas geologi dalam penentuan kemiringan pantai lebih sederhana lagi, cukup dengan meletakkan kompas di pantai, kemudian putar alat pengaturannya sampai air pada kompas sebagai penanda horizontal tepat berada di tengah. Nilai kemiringan pantai dapat diperoleh langsung dengan melihat nilai yang tertera pada kompas geologi tersebut.
Relief Pantai
Penentuan relief pantai yang dilakukan dalam hal ini adalah berupa nilai tinggi pantai. Hasil pengukuran dapat diperoleh bersamaan dengan pengukuran kemiringan pantai menggunakan peralatan water pass, yaitu nilai Y (gambar 3).
Lebar Pantai
Pengukuran lebar pantai dilakukan dengan menggunakan meteran, yaitu jarak antara vegetasi terakhir yang ada di pantai dengan batas pantai yang masih kena pengaruh air laut.
  Analisis Data
Kemiringan Pantai
Kemiringan pantai dapat diperoleh dengan rumus:
                                               
                                               ………………………………… (1)

Keterangan :
 =  Sudut yang dibentuk (°)
Y  =  Jarak antara garis tegak lurus yang dibentuk oleh kayu horizontal dengan permukaan pasir di bawahnya.
X  =  Panjang kayu range (2 m)
Indeks Kerentanan Pesisir
Untuk menentukan indeks kerentanan pesisir terhadap kenaikan muka laut, perlu diketahui beberapa parameter terkait, seperti tutupan lahan, jenis batuan pantai, kemiringan pantai, dan kerapatan penduduk.
Pemilihan parameter-parameter ini mengacu kepada penelitiannya Thieler, E.R., and Hammar-Klose, E.S.
Berikut tabel parameter penentuan indeks kerentanan pesisir,
Tabel 2. Parameter Penentuan Indeks Kerentanan Pesisir


Parameter



Satuan

Ranking

Sangat Rendah
Rendah
Sedang
Tinggi
Sangat Tinggi

1
2
3
4
5

a) Tutupan Wilayah pesisir
-
Vegetasi Rapat
Vegetasi
Tanah Kosong
Permukiman
Permukiman Rapat

b) Jenis Batuan Pantai
-
Batuan Vulkanik
Batuan Vulkanik
Batuan Sedimen
Sedimen Lepas
Sedimen Lepas


c) Kemiringan pantai
(ยบ)
> 10
6 - 10
4 - 6
2 - 4
< 2

d) Kerapatan penduduk
Jiwa/
km²
< 1.000
1.000-3.000
3.000-5.000
5.000-10.000
> 10.000


Rumus indeks kerentanan pesisir dapat dihitung dengan formula berikut,
………………………………… (2)


Keterangan:
IKP   = Indeks Kerentanan Pesisir
a        = Indeks untuk tutupan wilayah pesisir
b        = Indeks untuk jenis batuan pantai
c        = Indeks untuk kemiringan pantai
d        = Indeks untuk kerapatan penduduk
Nilai IKP maksimal dalam persamaan di atas adalah 12,5, selanjutnya IKP dibagi menjadi 5 (lima) kategori berdasarkan nilai angka berikut,
1.  0,0 – 2,49      = Sangat Rendah
2.  2,5 – 4,99      = Rendah
3.  5,0 – 7,49      = Sedang
4.  7,5 – 10,0      = Tinggi
5.  > 10,0            = Sangat Tinggi
III. Hasil dan Pembahasan
Dari pengamatan dan pengambilan data yang dilakukan di sekitar pesisir Pulau Sipora, dapat diketahui gambaran umum kondisi alam daerah ini. Sebagai salah satu pulau kecil yang berada cukup jauh dari pulau besar, yakni di bagian barat Pulau Sumatera dan berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, keadaan cuaca sekitar tidak menentu dan pengaruh fisik perairan Samudera Hindia ini dapat mempengaruhi Pulau secara langsung. Hal ini dapat terlihat dari kondisi saat survei berlangsung, yang mana untuk pantai bagian barat dari Pulau Sipora ini terjadi badai yang menyebabkan tidak bisanya tercapai beberapa titik lokasi survei yang akan dituju dengan menggunakan transportasi berupa perahu. Sehingga harus mengubah alur yang telah direncanakan, dengan kembali memutar ke utara menuju pantai bagian timur pulau ini sampai selatan. Dari daerah selatan pulau, barulah lokasi yang akan dituju tersebut dicapai melalui jalur darat dengan kondisi jalan yang kurang bagus.
Berikut hasil pengamatan dan pengukuran di lapangan yang diperoleh dari beberapa titik lokasi survei,
Tabel 3. Data Hasil Pengamatan dan Pengukuran
Nama Titik
Koordinat
Tipologi Pantai
Lereng Pantai (°)
Bentuk Lereng
Relief Pantai (m)
Lebar Pantai (m)
Morfologi

Bujur
Lintang

M-01 A
99°35'29.9"
02°01'41.2"
Pantai berpasir/ perumahan
3 - 7
Landai/ Rata
-
-
-


M-02 A
99°34'01.2"
02°03'64.3"
Pantai berpasir
8 - 14
Berteras
0 - 4
25 - 50
Muara

M-03 A
99°33'16.5"
02°06'57.1"
Pantai berkarang
0 - 2
Landai/ Rata
0 - 4
25 - 50
Barrier Island

M-03 B
99°34'11.8"
02°09'08.7"
Pantai berpasir
8 - 14
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara

M-04
99°37'12.5"
02°17'09.0"
Pantai berkarang
8 - 14
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara











M-05 B
99°47'09.1"
02°20'45.7"
Pantai berpasir, hamparan karang mati
0 - 2
Cekung
0 - 4
5 - 25
Muara



M-06 A
99°51'10.2"
02°22'00.3"
Pantai berpasir/ berkarang
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara


M-07 A
99°50'37.8"
02°20'46.7"
Pantai berpasir
0 - 2
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara

M-08 B
99°48'45.4"
02°18'17.0"
Mangrove
3 - 7
Berteras
0 - 4
< 5
Muara

M-09 A
99°46'57.4"
02°16'45.1"
Mangrove
15 - 25
Berteras
0 - 4
< 5
Muara

M-11
99°47'31.2"
02°16'26.0"
Pantai berpasir
8 - 14
Cembung
0 - 4
5 - 25
Muara

M-12
99°43'56.8"
02°11'52.9"
Pantai berpasir/ berkarang
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
< 5
Muara


M-12 B
99°44'54.3"
02°13'39.9"
Pantai berpasir/ berkarang
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara


M-13 A
99°44'01.4"
02°11'16.5"
Pemukiman
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Kota Kecil

M-14 A
99°42'40.8"
02°08'52.1"
Pantai berpasir
0 - 2
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Muara

M-15
99°42'14.3"
02°06'32.9"
Pantai berpasir
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
25 - 50
Muara

M-17 A
99°36'43.2"
02°01'23.7"
Pantai berpasir, Lamun
3 - 7
Landai/ Rata
0 - 4
5 - 25
Barrier Island



Pesisir pantai di Pulau Sipora didominasi oleh tipologi berupa pantai berpasir, beberapa pantainya terdapat mangrove, lamun dan juga hamparan karang mati. Tanaman mangrove di daerah ini masih potensial sebagai zonasi terakhir penghambat terhadap pengaruh fisik air laut, terlihat dengan cukup luasnya mangrove di beberapa pesisir pantainya.
Tuapejat yang merupakan ibukota Kabupaten Kepulauan Mentawai mempunyai potensi hutan mangrove sekitar 400 Ha, dengan substratnya didominasi oleh Lumpur berpasir. Potensi hutan mangrove di Sioban sebagai kota Kecamatan Sipora adalah seluas 12 Ha, dimana didominasi oleh beberapa jenis mangrove seperti; Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Bruguiera gymnorrhiza, Bruguiera sexangula, Ceriops tagal Sonneratia alba, Xylocarpus granatum, Lumnitzera littorea dan Aegiceras corniculatum, dan Scypiphora hydrophyllaceae. Tinggi rata-rata pohon adalah 2 – 20 m dengan substrat pasir, pasir berkarang dan pasir berlumpur. Kemudian potensi hutan mangrove di desa lain Pulau Sipora, seperti Simakakak seluas 5 Ha, Pitojat seluas sekitar 700 Ha, dan Katiet sekitar 20 Ha (Dinhut Sumatera Barat).

   Gambar 4. Hamparan manggrove di pesisir pantai P. Sipora

Bentuk lereng pantai Pulau Sipora umumnya landai, juga ada yang berteras dengan rata-rata kemiringan pantai berkisar antara 3 - 14ยบ dan relief yang cukup kecil, yaitu 0 – 4 meter. Lebar pantai sedikit bervariasi, yaitu < 5 m, 5 – 25 m dan 25 – 50 m, dengan morfologi pantai berupa muara.  
Tipe batuan pantai di sekitar pesisir pulau ini adalah berupa batuan endapan permukaan. Batuan ini digolongkan dengan nama aluvium, yaitunya lanau (tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di antara pasir dan lempung), pasir dan kerikil yang umumnya terdapat di daratan pantai. Selain itu, juga diperoleh data sekunder berupa peta tutupan lahan untuk daerah Kepulauan Mentawai dari citra Landsat tahun 2000.

  Gambar 5. Batuan endapan permukaan dan hamparan karang mati

Terlihat dari topografi pantainya, Pulau Sipora ini cukup rentan sekali dari kenaikan muka laut. Namun, dengan tutupan lahan yang masih cukup luas dibandingkan dengan pengaruh topologi pantainya yang landai, dugaan tersebut berbeda dari hasil pengolahan yang diperoleh.

Gambar 6. Peta Indeks Kerentanan Pesisir Pulau Sipora

IV.             Kesimpulan
Hasil pengolahan beberapa parameter yang ada tersebut menunjukkan bahwa tingkat kerentanan pesisir pantai Pulau Sipora pada umumnya rendah, bahkan beberapa lokasi menunjukkan tingkat kerentanan yang sangat rendah. Hingga saat ini sangat kecil kemungkinan pesisir pantai Pulau Sipora rentan terhadap kenaikan muka laut. Hasil ini juga didukung oleh penelitian lain tentang ‘Proyeksi Kenaikan Tinggi Muka Laut dengan Menggunakan Data Altimeter dan Model IPCC-AR4’ oleh Peneliti pada Balai Penelitian Geomatika Bakosurtanal, yang menyatakan bahwa kenaikan TML di Indonesia berkisar antara 0.2 cm/tahun sampai dengan 1 cm/tahun, dengan kanaikan TML tertinggi terjadi di Samudera Pasifik, sebelah utara Pulau Papua. Sedangkan di Samudera Hindia sendiri, yang akan berdampak terhadap lokasi penelitian memiliki kenaikan TML yang lebih rendah.
Namun dari hasil dan dugaan yang diperoleh tersebut, tidak mengurangi kewaspadaan kita dan masyarakat di sekitar Pulau Sipora dari ancaman kenaikan muka laut ataupun bencana lain yang umumnya terjadi akibat pengaruh alam yang tentunya tidak dapat kita prediksi sebelumnya.

Daftar Pustaka

BPS Kepulauan Mentawai, 2010. Kepulauan Mentawai Dalam Angka 2010.
Hal. 3-5, 65.

Dinas Kehutanan, 2009. Inventarisasi dan Identivikasi Mangrove Sumatera Barat. Hal. 50-52.

Kastowo, Gerharg W.Leo, S.Gafoer & T.C.Amin. Peta Geologi Kepulauan Mentawai.

Sofian, Ibnu dan Irmadi Nahib. Proyeksi Kenaikan Tinggi Muka Laut dengan Menggunakan Data Altimeter dan Model IPCC-AR4. Balai Penelitian Geomatika, Bakosurtanal.

Thieler, E.R., dan Hammar-Klose, E.S., 2000. Coastal Vulnerability Assessment of the Northern Gulf of Mexico to Sea-Level Rise and Coastal Change.