Senin, 01 Juni 2020

KUALITAS AIR LAUT UNTUK MENDUKUNG WISATA BAHARI DAN KEHIDUPAN BIOTA LAUT (Studi Kasus: Sekitar Kapal Tenggelam Sophie Rickmers, Perairan Prialaot Sabang)

Tanto, Try Al, Nia Naelul HR, dan Ilham. 2018. “Kualitas Air Laut Untuk Mendukung Wisata Bahari Dan Kehidupan Biota Laut (Studi Kasus: Sekitar Kapal Tenggelam Sophie Rickmers, Perairan Prialaot Sabang).” Jurnal Kelautan Trunojoyo 11 (2): 173–83.


KUALITAS AIR LAUT UNTUK MENDUKUNG WISATA BAHARI DAN KEHIDUPAN BIOTA LAUT
Studi Kasus: Sekitar Kapal Tenggelam Sophie Rickmers, Perairan Prialaot Sabang
(SEA WATER QUALITY TO SUPPORT MARINE TOURISM AND LIFE OF SEA ORGANISM CASE STUDY: PRIALAOT SABANG WATER, AROUND SHIPWRECK OF SOPHIE RICKMERS)
Try Al Tanto*1, Nia Naelul HR1, dan Ilham1
1Loka Riset Sumber Daya dan Kerentanan Pesisir, BRSDMKP, KKP
Jl. Raya Padang-Painan Km. 16, Bungus, Padang, Sumatera Barat – 25245
*Corresponding author e-mail: try.altanto@gmail.com

Submitted: 13 Agustus 2018 / Revised: 26 Desember 2018 / Accepted: 26 Desember 2018
http://doi.org/10.21107/jk.v11i2.4276

ABSTRACT

Prialaot Sabang Water is planned as marine tourism area. There is Shipwreck Site MS Sophie Rickmers. The site is which one underwater tourism that very much interested. Quality water studies is done because which one the parameter of very important especially for marine life that is inseparable from marine tourism. The goal are to known the condition more water quality parameters in Shipwreck around. Measurements of water quality is done directly and testing in a labotatory also. The results are paramater as visibility (8-11 m or 80-100%), turbinity (mean 0.08 NTU), pH (mean 8,27), TDS (mean 51,25 mg/L), salinity (mean 31,27‰), temperature (mean 29,22°C), BOD.5 (mean 0.78 mg/L), nitrite (mean 0,0075 mg/L), ammonia (mean 0,05 mg/L), and heavy metals (Zn, Pb, Cu, and Cd, not detected on checking). Some other parameters must to protected as, DO, nutrient (phospate and nitrate), and TSS. Generally, DO value is 4,53 mg/L not significant effect for life of sea organism, but still up down from quality standards (5 mg/L). Means of Phospate values 0,08 mg/L and nitrite values 1,17 mg/L are high from quality standard than life of sea organism dan marine tourism. TSS parameter has high value also is mean of 21,83 mg/L. The condition of water quality still good for life organism and marine tourism there.
Key words: sea water quality, marine tourism, marine life, sophie rickmers, Sabang

ABSTRAK 

Perairan Prialaot - Sabang direncanakan sebagai lokasi kegiatan wisata bahari. Di perairan ini terdapat kapal tenggelam MS Sophie Rickmers, merupakan salah satu tujuan wisata bawah air yang banyak diminati. Perlu dilakukan kajian kualitas perairan, merupakan parameter penting suatu perairan laut terutama bagi kehidupan biota laut yang tidak terpisahkan dari aktivitas wisata bahari. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi terkini beberapa parameter kualitas perairan. Pengukuran kualitas perairan dilakukan secara in-situ dan pengujian di laboratorium. Hasil yang diperoleh, yaitu nilai kecerahan perairan (8-11 m atau 80-100%), kekeruhan perairan (rataan 0,08 NTU), pH (rataan 8,27), TDS (rataan 51,26 mg/L), salinitas (rataan 31,27‰), suhu (rataan 29,22°C), BOD.5 (rataan 0,78 mg/L), nitrit (rataan 0,0075 mg/L), amoniak (rataan 0,05 mg/L), dan logam berat (Zn, Pb, Cu, dan Cd, tidak terdeteksi dalam pengujian alat di laboratorium). Sedikit catatan untuk parameter DO, nutrien (phospat dan nitrat), dan TSS perairan. Secara umum, nilai DO (rataan 4,53 mg/L) tidak berpengaruh signifikan terhadap biota laut, namun masih kurang dari baku mutu (5 mg/L). Kondisi nutrien (phospat dan nitrat) masih bernilai tinggi (rata-rata 0,08 mg/L dan 1,17 mg/L) dan berada di atas baku mutu air laut. Untuk nilai parameter TSS perairan, memiliki nilai yang juga cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 21,83 mg/L. Hasil yang diperoleh bahwa kondisi kualitas air laut sekitar kapal tenggelam MS Sophie Rickmers perairan Prialaot Sabang masih dalam kondisi yang baik untuk keperluan wisata bahari dan kehidupan biota laut.
Kata kunci: kualitas air laut, wisata bahari, biota laut, kapal tenggelam sophie rickmers, Sabang


PENDAHULUAN

Perairan Prialaot direncanakan sebagai lokasi kegiatan wisata bahari, karena pada perairan ini terdapat kapal tenggelam Sophie Rickmers, yang merupakan salah satu tujuan dari wisata bawah air. Kapal tenggelam MS Sophie Rickmers berada pada kedalaman sekitar Perairan ini terletak pada bagian utara Pulau Weh Sabang, dengan kondisi perairan teluk yang cukup tenang.

Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh memiliki potensi wisata yang cukup beragam. Diantara sekian banyak potensi tersebut adalah dari potensi pesisir pantai dan pemandangan bawah lautnya, yang memiliki pasir putih, terumbu karang, dan ikan hias di kolom perairannya (Sobari, Fauzi and Iqbal, 2006). Lokasi TWA Laut Pulau Weh ini berada dekat dengan lokasi studi, tentunya masih memiliki potensi yang hampir sama. Potensi-potensi yang ada tersebut dapat dikembangkan sehingga menjadi penunjang wisata bahari di sekitar lokasi kajian. Menurut (Yulianda, 2007) wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya bawah air dan dinamika air laut. Hal tersebut salah satunya berkaitan erat dengan kondisi kualitas perairannya.
Disamping potensi yang ada tersebut, lingkungan perairan Prialot ini juga tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh tertentu, baik dari alam ataupun akibat ulah masyarakat setempat. Pencemaran lingkungan perairan dapat terjadi yakni dengan masuknya zat-zat asing ke dalam perairan tersebut sehingga merubah sifat (fisik, kimia, biologis) perairan tersebut (Ketchum, 1972; Edyanto, 2008). Dari kajian yang dilakukan oleh (Kurnio, Lubis and Widi, 2015), salah satu lokasi di sekitar Pulau Weh yaitunya perairan Prialaot terdapat Gunung Api Bawah Laut (Submarine Volcano). Kondisi alamiah tersebut, tentunya akan mempengaruhi perairan sekitarnya secara langsung, dan biota laut secara tidak langsung. Salah satu kondisi parameter air laut yang mendapat pengaruh nyata adalah dari suhu perairan. Selain itu, nutrien tertentu juga tidak menutup kemungkinan dari hasil aliran gunung api tersebut. Pencemaran suatu perairan laut terutama juga dapat terjadi akibat tumpahan minyak, hampir seluruh kegiatan yang berada di wilayah pesisir melakukan pembuangan limbahnya ke laut (Edyanto, 2008).

Untuk memaksimalkan potensi yang ada tersebut, serta sebagai antisipasi dari pengaruh pencemaran yang dapat terjadi, maka perlu dilakukan kajian tentang lingkungan perairannya, untuk melakukan rona awal dan proteksi ke depannya jika sudah banyak aktivitas wisata berlangsung. Kondisi lingkungan suatu perairan sangat penting dikaji sejak awal, untuk dijadikan acuan dan masukan nantinya dalam proses perkembangannya menjadi lokasi wisata yang berkelanjutan (Tanto et al., 2018).

METODOLOGI 

Terdapat 10 titik pengukuran kualitas air secara langsung di perairan Prialaot (Gambar 1), sedangkan untuk pengujian di laboratorium hanya dilakukan pada titik SW1, SW2, SGD Prialaot, SW3, SW4, dan SW6 sebagai nilai yang cukup mewakili nilai kualitas air laut secara keseluruhan di perairan Prialaot Sabang.
Pengukuran kualitas air laut dilakukan secara langsung (in-situ) di lapangan pada bulan Agustus 2017 menggunakan alat pengukur TOA multiparameter checker (Gambar 2.a), menghasilkan beberapa parameter kualitar air laut diantaranya pH, TDS (total dissolved solid), salinitas, suhu, kekeruhan, dan oksigen terlarut (dissolved oxigen/DO). Alat ukur TOA dicelupkan ke dalam air laut, baik pada permukaan laut maupun pada kedalaman tertentu (sekitar 5 m). Nilai parameter-paramater yang tersebut di atas akan muncul pada display, dengan perlakuan hingga angka yang tertera cukup stabil. Selain itu, juga menggunakan alat secchi disk (Gambar 2.c) untuk menentukan kecerahan perairan, sehingga dapat menguatkan data kekeruhan yang dihasilkan oleh alat ukur TOA. Untuk pengambilan sampling air laut, terutama untuk kedalaman tertentu (5 m) dilakukan dengan menggunakan botol Nansen (Gambar 2.b).


Gambar 1. Titik lokasi pengambilan data kualitas air perairan Prialaot Sabang 
  
Gambar 2. Beberapa alat ukur kualitas air laut: a) TOA multiparameter checker,
b) botol Nansen, dan c) secchi disk

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi kualitas air laut sekitar kapal tenggelam Sophie Rickmers (perairan Prialaot - Sabang) masih dalam kondisi yang baik dan belum terlihat adanya gangguan yang berarti. Hal ini dapat terlihat dari hasil pada Tabel 1, menjadikan lokasi tersebut sangat cocok dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari terutama untuk wisata selam. Walaupun secara kedalaman laut, posisi kapal tenggelam tersebut masih cukup dalam untuk penyelam pemula / basic, baru bisa dijadikankan untuk penyelam expert dan selam ilmiah. Namun tidak menutup kemungkinan di kemudian hari juga dapat di buat skenario untuk bisa dinikmati dan dilakukan oleh berbagai kalangan penyelam atau penikmat bawah air.

Parameter kecerahan perairan, di sekitar perairan Prialaot memiliki perairan yang sangat baik, kecerahan perairan mencapai 80 - 100 % dan 8 - 11 m (Tabel 1), terutama pada lokasi kapal tenggelam (SW1) memiliki kecerahan perairan mencapai 90 - 100 %. Berdasarkan baku mutu dari KepmenLH tahun 2004, kecerahan perairan lebih dari 6 m sudah cocok untuk dijadikan sebagai tempat wisata bahari, apalagi hingga mencapai 100% tentunya perairan di sekitar kapal tenggelam tersebut sangat baik. Dikuatkan lagi berdasarkan kekeruhan perairannya yang memiliki rata-rata nilai sebesar 0,08 NTU, bahkan tidak terlihat kekeruhan perairan yang berarti (secara umum 0 NTU). Semakin kecil atau rendah tingkat kekeruhan suatu perairan, semakin dalam cahaya dapat masuk ke dalam badan air (Tanto and Kusumah, 2016). Sehingga nilai yang diperoleh tersebut merupakan kondisi yang normal, yang kecerahan perairan berbading terbalik dengan nilai kekeruhan perairan. Selain itu, kekeruhan juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen dalam air. Air yang sangat keruh dapat mengganggu proses respirasi dan menurunnya kadar oksigen dalam air (Mutmainah et al., 2016). Hanya pada lokasi muara sungai sekitar perairan Prialaot saja yang memiliki kekeruhan perairan sebesar 1,5 NTU, sangat wajar karena bagian muara merupakan aliran yang cukup dinamis, terdapat masukan sedimen dari aliran sungai ke laut.

Tabel 1. Data in-situ kualitas air laut sekitar perairan Prialaot Sabang
      Catatan: Alami adalah kondisi normal suatu lingkungan, bervariasi setiap saat (siang, malam, dan musim)

Berdasarkan parameter pH perairan, memiliki kisaran nilai sebesar 7,64 – 8,36, rata-rata sebesar 8,27 (Tabel 1). Nilai paling rendah sebesar 7,64 merupakan lokasi SGD / sumber air tanah (Gambar 3), yang diduga memiliki kandungan air tawar. Selain itu, juga terlihat pada muara sungai memiliki pH perairan yang juga lebih rendah dari lokasi lainnya sebesar 8, merupakan lokasi perairan yang juga terjadi percampuran dengan air tawar sehingga memiliki pH perairan yang lebih rendah. Secara kedalaman (antara permukaan dan kedalaman 5 m), secara umum nilai pH perairan masih dalam kisaran yang sama, hanya terlihat data cukup berbeda pada lokasi SGD, yang mana pada permukaan dengan nilai yang cukup rendah (payau) sedangkan pada kedalaman 5 m masih normal seperti pH perairan laut secara umum pada lokasi tersebut. Dengan kondisi pH perairan ini, secara umum nilainya masih aman dan baik untuk pengembangan wisata bahari (baku mutu KepmenLH 2004 sebesar 7 – 8,5). Nilai baku mutu untuk biota lautpun sama dengan baku mutu wisata bahari, sehingga kondsisi pH perairan tersebut masih cocok untuk kehidupan biota laut untuk hidup lebih baik. Total dissolved solid (TDS) tidak ada dalam pembahasan baku mutu air laut untuk wisata bahari maupun biota laut dalam KepmenLH tahun 2004, kebanyakan hanya dari parameter TSS (total suspended solid), namun akan sedikit dibahas karena merupakan salah satu data yang terukur oleh alat TOA. Nilai TDS yang terukur berkisar antara 29,4 – 53,3 mg/L dan rata-rata sebesar 51,26 mg/L (Tabel 1), artinya cukup banyak jumlah partikel padat terlarut, baik berupa senyawa organik maupun anorganik yang berukuran lebih kecil dari 1 nanometer. Dengan ukuran yang sangat kecil tersebut, tentunya hal yang wajar terdapat dalam perairan laut yang bergerak dinamis, dapat berupa debu dari lumpur ataupun plankton yang melayang dalam air. Dari Enviromental Protection Agency (EPA) USA dalam (Anonim, 2014), menyarankan bahwa kadar maksimal kontaminan TDS adalah sebesar 500mg/liter (500 ppm), sedangkan nilai ideal suatu perairan mencapai 50 mg/L (Anonim). Sehingga dengan nilai TDS yang ada pada sekitar perairan lokasi kapal tenggelam tersebut, tentunya tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi perairannya dan juga mendukung wisata bahari di kawasan ini, serta baik bagi kehidupan biota laut. Secara kedalaman, nilai TDS tidak mengalami perbedaan yang signifikan, antara permukaan dan kedalaman 5 m, kisaran nilai TDS masih bernilai hampir sama (Gambar 4).


Gambar 3. Grafik pH perairan sekitar Prialaot Sabang

Gambar 4. Grafik TDS perairan sekitar Prialaot Sabang

Parameter salinitas perairan sekitar Prialaot berkisar antara 21,6 – 32,3 dan rata-rata secara umum sebesar 31,27 ‰ (Tabel 1). Hanya pada lokasi muara sungai (SW0) saja terlihat nilai salinitas kecil (sebesar 21,6 ‰) karena adanya masukan air tawar pada perairannya tersebut. Pengaruh sungai di sekitar perairan dapat meningkatkan variasi salinitas pada perairan pantai (Tanto, Putra and Yulianda, 2017). Dikuatkan oleh Supangat dan Susanna (Supangat and Susanna, 2005), salinitas permukaan laut dapat berkurang salah satunya dengan adanya masukan air tawar di muara sungai. Untuk wisata bahari, baku mutu air laut yang terdapat dalam KepmenLH (2004) adalah alami, dan diperbolehkan terjadi perubahan sampai <5% salinitas rata-rata musiman. Nilai salinitas perairan tersebut sudah sesuai dengan kondisi secara alami, sehingga mendukung dalam pengembangan wisata bahari ke depannya. Secara kedalaman perairan, antara permukaan laut dan kedalaman 5 m, masih terlihat nilai yang hampir sama. Namun secara umum nilai salinitas pada kedalaman 5 m lebih tinggi dibandingkan dengan permukaan air laut (Gambar 5).

Suhu perairan Prialaot berkisar antara 29 – 31,4 °C dan rata-rata sebesar 29,22 °C (Tabel 1), merupakan perairan yang hangat. Pada rentang nilai >28 °C suhu permukaan laut di daerah equator barat merupakan hamparan air yang sangat hangat (Tomczak and Godfrey, 2001). Kondisi suhu perairan tersebut dianggap sudah alami karena Indonesia secara umum merupakan wilayah tropis. Berdasarkan kedalaman perairan, secara umum kondisi alami suhu air laut pada bagian permukaan lebih tinggi dari pada kedalaman tertentu. Hal tersebut dapat terjadi karena intensitas panas matahari pada permukaan laut juga lebih tinggi dibandingkan hingga menuju kedalaman tertentu. Kondisi suhu air laut tersebut dapat terlihat pada Gambar 5, seperti titik SW0, SW1, SGD, dan SW3 yang memiliki suhu air laut lebih hangat pada permukaan perairannya. Terutama pada dekat muara yang hanya memiliki kedalaman <1 m, terlihat suhu perairan lebih hangat dibandikan dengan lokasi lainnya. Hal ini dapat terjadi karena pada perairan dangkal intensitas panas matahari lebih cepat terserap dan bertahan pada perairan tersebut. Sedangkan pada titik lainnya, suhu perairan memiliki nilai yang sama, karena perbedaan kedalaman yang tidak terlalu besar. Berdasarkan baku mutu air laut, kondisi alami dari suhu perairan merupakan syarat untuk pengembangan wisata bahari dan juga bagi kehidupan biota laut, sehingga tentunya nilai tersebut sudah sesuai dan dapat mendukung.

Gambar 5. Grafik suhu dan salinitas perairan sekitar Prialaot Sabang

Hubungan antara suhu dan salinitas secara umum dapat terlihat pada Gambar 5 tersebut, pada kondisi suhu rendah nilai salinitas juga rendah, hal ini dapat terjadi karena proses penguapan air laut akibat suhu yang tinggi menjadikan salinitas perairan menjadi tinggi juga. Hal berbeda hanya terjadi pada titik muara (SW0), dimana dengan suhu yang cukup tinggi (31,4°C) memiliki kandungan salinitas perairan yang rendah (21,6‰). Kejadian tersebut dapat terjadi (berkebalikan dari kondisi secara umum), karena pada titik pengukuran muara tersebut kedalaman perairan cukup dangkal (hanya <1 m), sehingga panas matahari yang diterima perairan hingga dasar cukup cepat terserap oleh sedimen/dasar perairan, menjadikan perairan menjadi lebih hangat dari pada kondisi suhu perairan secara umum, sedangkan masukan air tawar menjadikan saliniats perairan menjadi lebih rendah.
Untuk parameter DO (dissolved oxigen), merupakan salah satu parameter yang cukup penting terhadap kehidupan biota dalam air laut. Selain itu, juga penting terhadap wisata bahari. Nilai DO yang terukur berkisar antara 4,4 – 4,69 mg/L dan rata-rata sebesar 4,53 mg/L. Walaupun nilai DO tersebut lebih rendah dari baku mutu yang disyaratkan untuk wisata bahari dalam KepmenLH tahun 2004 (>5 mg/L), namun masih dalam kadar yang cukup baik untuk suatu perairan. Bahkan jika perairan tidak terdapat senyawa-senyawa yang bersifat toksik kandungan oksigen sebesar 2 mg/L cukup untuk mendukung kehidupan organisme perairan tersebut (Marabessy et al. (2005) dalam (Arizuna, Supropto and Muskananfola, 2014). Pada permukaan laut, nilai DO dapat dipengaruhi oleh diffusi oksigen dari udara dan juga laju fotosintesis oleh tumbuhan laut (Wisha, Tanto and Ilham, 2016). Berdasarkan kedalaman, secara umum dari keseluruhan hasil pengukuran, DO permukaan perairan lebih tinggi dari pada kedalaman 5 m. Namun pada dua titik saja (SGD dan SW5), terjadi kebalikannya. Pada lokasi tersebut, terutama lokasi SGD yang merupakan tempat keluarnya air tanah, tentunya sangat kaya oksigen akibat pengadukan dari keluaran air tanah tersebut sehingga menjadikan nilai DO pada kedalaman 5 m menjadi lebih tinggi.

Gambar 6. Grafik DO perairan sekitar Prialaot Sabang

Parameter kualitas air laut yang dilakukan pengujian pada laboratorium, secara umum hasil yang peroleh tersebut (Tabel 2) masih memiliki kondisi air laut yang menunjukkan baik. Kandungan logam berat (Zn, Pb, Cu, dan Cd) pada perairan Prialaot (sekitar kapal tenggelam), tidak terdeteksi hingga batas terkecil pembacaan alat uji. Hasil yang diperoleh adalah Zn sebesar <0,0011 mg/L, Pb <0,0012, Cu <0,004, dan Cd <0,0012. Dengan demikian, perairan Prialaot tersebut terhindar dari pencemaran logam berat dan masih dalam kondisi yang sangat baik. Sehingga untuk wisata bahari, kandungan logam berat tersebut masih jauh di bawah baku mutu air laut dalam Keputusan Menteri LH (Menteri LH, 2004). Sama halnya dengan kehidupan biota laut, berdasarkan baku mutu tersebut, masih di bawah baku mutu air laut. Hanya saja, untuk parameter Cd, memiliki nilai yang bisa sedikit melebihi baku mutu air laut, namun tidak signifikan mempengaruhi terhadap kehidupan biota.

Berbeda dari kondisi logam berat, kandungan nutrien (Fosfat dan Nitrat) perairan Prialaot cukup tinggi dan secara umum berada di atas batas baku mutu air laut, baik untuk kehidupan biota laut maupun untuk keperluan wisata bahari. Nilai fosfat berkisar antara 0,01 – 0,14 mg/L dan rata-rata 0,08 mg/L (Tabel 2). Dengan baku mutu (wisata bahari dan biota laut) sebesar 0,015 mg/L, tentunya nilai yang terkandung dalam perairan sekitar kapal tenggelam tersebut cukup tinggi. Kandungan yang tinggi dari fosfat ini dapat berasal dari keluaran air tanah (SGD) yang memiliki beberapa sumber di sekitar kawasan tersebut. Terlihat pada Gambar 7 dengan nilai fosfat dekat SGD sebesar 0,11 mg/L, namun dekat dengan posisi kapal tenggelam yang cukup jauh dari sumber tidak terlihat pengaruh signifikan dari sumber air tanah tersebut, karena kandungan fosfat pada lokasi ini sangat rendah, yaitu sebesar 0,01 mg/L (masih di bawah baku mutu). Untuk nilai kandungan nitrat perairan Prialaot lebih tinggi lagi berkisar antara 0,8 – 1,3 mg/L dan rata-rata sebesar 1,17 mg/L (Tabel 2). Baku mutu air laut untuk kandungan nitrat, terhadap kehidupan biota laut dan wisata bahari sebesar 0,008 mg/L. Seperti halnya kandungan nutrien lainnya, kemungkinan besar sumber nitrat juga berasal dari air tanah (SGD). Dengan tinggi nya kandungan nitrat, cukup menjadi perhatian. Sehingga perlu pengujian yang lebih difokuskan pada kandungan sumber air tanah (SGD) tersebut, apakah benar memiliki kandungan nutrien yang tinggi, atau sumber nutrien tersebut dapat berasal dari sumber lainnya.

Tabel 2. Data uji lab kualitas air laut sekitar perairan Prialaot - Sabang
Catatan: simbol #) merupakan batas pembacaan alat uji

Gambar 7. Grafik kandungan fosfat dan nitrat permukaan perairan Prialaot Sabang


Sangat berbeda jauh dengan kandungan nitrat dan fosfat, kandungan nitrit perairan Prialaot malah sangat kecil, berkisar antara 0,005 – 0,009 mg/L (Tabel 2) dan rata-rata sebesar 0,0075 mg/L. namun dalam KepmenLH tahun 2004, kandungan nitrit ini tidak menjadi perhatian besar dan tidak terdapat baku mutunya dalam peraturan tersebut, baik untuk kriteria pelabuhan, wisata bahari, maupun untuk kehidupan biota laut. Untuk kandungan ammonia permukaan laut perairan Prialaot (sekitar kapal tenggelam) berkisar antara 0,02 – 0,08 mg/L dan rata-rata sebesar 0,05 mg/L (Tabel 2). Nilai ammonia yang terkandung dalam perairan tersebut cukup rendah, dan dalam kondisi baik untuk kehidupan biota laut (baku mutu sebesar 0,3 mg/L) (Gambar 8), sedangkan untuk kegiatan wisata bahari baku mutu air laut untuk parameter ammonia adalah nihil, sehingga tentunya dengan hasil tersebut juga sangat mendukung kegiatan wisata bahari di perairan tersebut. Secara umum, ammonia dapat berasal dari buangan dari organisme yang hidup dalam perairan. Selain itu juga dapat berasal dari sumber air tanah (SGD) yang ada pada wilayah perairan ini, namun dengan kandungan yang masih sangat rendah.

Gambar 8. Grafik kandungan nitrit dan ammonia permukaan perairan Prialaot Sabang 


Hasil pengujian lainnya berupa BOD.5 dan pH, masih dalam kondisi baik bagi perairan. Nilai masing-masing nya adalah BOD.5 berkisar 0,6  - 1,24 mg/L dan rata-rata sebesar 0,78 mg/L, serta pH berkisar dengan nilai 7,67 – 8,31 dan rata-rata sebesar 8,13. Kandungan BOD.5 dalam perairan tersebut masih berada jauh di bawah batas baku mutu air laut (Gambar 9), baik dari wisata bahari (baku mutu sebesar 10 mg/L) apalagi terhadap kehidupan biota laut (baku mutu sebesar 20 mg/L). Secara umum, nilai BOD.5 ≤ 2,9 mg/L berarti perairan tersebut tidak tercemar. Untuk parameter pH sendiri sudah diperoleh dari pengukuran secara langsung dari alat ukur TOA, dan memiliki nilai yang tidak berbeda secara signifikan jika dibandingkan dengan hasil pengujian di laboratorium. Terlihat nilai pH lebih rendah dari lokasi lainnya, sebesar 7,67 yang berarti payau atau terjadi pencampuran air laut dengan air tawar, yang diduga kandungan air tawar berasal dari sumber air tanah (SGD) tersebut. Berdasarkan baku mutu (biota laut dan wisata bahari), nilai pH tersebut masih dalam rentang yang disyaratkan yaitu antara 7 – 8,5 (Menteri LH, 2004).

Gambar 9. Grafik kandungan BOD.5 permukaan perairan Prialaot Sabang

Gambar 10. Grafik pH permukaan perairan Prialaot Sabang

Secara umum, jika dibandingkan dengan pengukuran in-situ, baik dari parameter kekeruhan perairan (secara umum 0 NTU, terbesar hanya 1,5 NTU), maupun dari parameter TDS yang cukup alami (rata-rata sebesar 51,26 mg/L) karena masih berada dalam kisaran air laut yang aman untuk kehidupan biota laut. Dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan pengujian ulang yang lebih teliti dan akurat, sehingga kesalahan dapat dihindari, baik kesalahan akibat manusia (human error) dalam melakukan pengujian dan juga dari kesalahan dalam teknik/metode pengujian laboratorium. Karena definisi paramater TSS mirip dengan parameter TS dan TDS, hanya dalam perhitungan (ukuran) dan metode ujinya yang berbeda.

Gambar 11. Grafik TSS permukaan perairan Prialaot Sabang 


KESIMPULAN DAN SARAN

Kondisi kualitas air laut sekitar kapal tenggelam Sophie Rickmers perairan Prialaot, Pulau Weh Sabang masih dalam kondisi yang baik, untuk parameter kecerahan dan kekeruhan perairan, pH, TDS, salinitas, suhu, BOD.5, nitrit, ammoniak, dan logam berat (Zn, Pb, Cu, dan Cd). Secara khusus kondisi kualitas perairan di Prialaot baik dan mendukung untuk keperluan wisata bahari dan kehidupan biota laut. Sedikit catatan untuk parameter DO, nutrien (phospat dan nitrat), dan TSS perairan. Secara analisis kualitas perairan yang diperoleh, nilai DO tidak berpengaruh secara signifikan terhadap biota laut (rata-rata sebesar 4,4 mg/L), namun masih kurang dari baku mutu (5 mg/L). Selain itu, kondisi nutrien (phospat dan nitrat) masih bernilai tinggi (rata-rata 0,08 mg/L dan 1,17 mg/L) dan berada di atas baku mutu air laut, baik untuk kegiatan wisata bahari dan kehidupan biota laut. Untuk nilai parameter TSS perairan, memiliki nilai yang cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 21,83 mg/L. 

DAFTAR PUSTAKA

Anonim Apakah Itu TDS (Total Dissolved Solids)?, https://multimeter-digital.com. Available at: https://multimeter-digital.com/apakah-itu-tds-total-dissolved-solids.html (Accessed: 18 October 2017).
Anonim (2014) TDS Dalam Air (Total Dissolved Solids), http://nanosmartfilter.com. Available at: http://nanosmartfilter.com/tds-dalam-air-total-dissolved-solids/ (Accessed: 18 October 2017).
Arizuna, M., Supropto, D. and Muskananfola, M. . (2014) ‘Kandungan Nitrat dan Fosfat dalam Air Pori Sedimen di Sungai dan Muara Sungai Wedung Demak’, Diponegoro Journal of Maquares, 3(1), pp. 7–16.
Edyanto, C. H. (2008) ‘Penelitian Aspek Lingkungan Fisisk Perairan Sekitar Pelabuhan Sabang’, Sains dan Teknologi Indonesia, 10(2), pp. 119–127.
Kurnio, H., Lubis, S. and Widi, H. C. (2015) ‘Submarine Volcano Characteristics in Sabang Waters’, 30(2), pp. 85–96.
Menteri LH (2004) Baku Mutu Air Laut.
Mutmainah, H. et al. (2016) ‘Kajian Kesesuaian Lingkungan untuk Pengembangan Wisata di Pantai Ganting, Pulau Simeulue, Provinsi Aceh’, Jurnal Depik Unsyiah, 5(1), pp. 19–30.
Sobari, M. P., Fauzi, A. and Iqbal, M. (2006) ‘Analisis Nilai Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh di Kota Sabang’, Mangrove dan Pesisir, VI(3), pp. 19–31.
Supangat, A. and Susanna (2005) Pengantar Oseanografi. Edited by BRKP-DKP. Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non Hayati. BRKP-DKP.
Tanto, T. Al et al. (2018) ‘Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Pulau Sirandah Untuk Mendukung Wisata Kepulauan di Kota Padang’, Jurnal Kelautan Nasional, 13(1), pp. 1–13. doi: http://dx.doi.org/10.15578/jkn.v12i3.6245.
Tanto, T. Al and Kusumah, G. (2016) ‘Kualitas Perairan Teluk Bungus Berdasarkan Baku Mutu Air Laut Pada Musim Berbeda’, Maspari Journal, 8(2), pp. 135–146.
Tanto, T. Al, Putra, A. and Yulianda, F. (2017) ‘Kesesuaian Ekowisata di Pulau Pasumpahan, Kota Padang’, Majalh Ilmiah Globe - BIG, 19(2), pp. 135–146. doi: 10.24895/MIG.2017.19-2.606.
Tomczak, M. and Godfrey, J. S. (2001) Regional Oceanography: An Introduction. Published. Printed and bound by Butler & Tanner Ltd, London.
Wisha, U. J., Tanto, T. Al and Ilham (2016) ‘Physical and Chemical Conditions of Bayur Bay Waters on the East and West Season’, Jurnal Ilmu Kelautan UNDIP, 22(1), pp. 15–24. doi: 10.14710/ik.ijms.22.1.15-24.
Yulianda, F. (2007) ‘Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi’, in Seminar Sains.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar