Tanto, Try Al, Nia
Naelul HR, dan Ilham. 2018. “Kualitas Air Laut Untuk Mendukung Wisata Bahari
Dan Kehidupan Biota Laut (Studi Kasus: Sekitar Kapal Tenggelam Sophie Rickmers,
Perairan Prialaot Sabang).” Jurnal Kelautan Trunojoyo 11 (2): 173–83.
KUALITAS AIR LAUT UNTUK MENDUKUNG WISATA BAHARI
DAN KEHIDUPAN BIOTA LAUT
Studi Kasus: Sekitar Kapal Tenggelam Sophie
Rickmers, Perairan Prialaot Sabang
(SEA WATER
QUALITY TO SUPPORT MARINE TOURISM AND LIFE OF SEA ORGANISM CASE STUDY:
PRIALAOT SABANG WATER, AROUND SHIPWRECK OF SOPHIE RICKMERS)
Try Al
Tanto*1, Nia Naelul HR1, dan Ilham1
1Loka Riset Sumber Daya dan
Kerentanan Pesisir, BRSDMKP, KKP
Jl. Raya Padang-Painan Km. 16, Bungus, Padang, Sumatera
Barat – 25245
*Corresponding author e-mail: try.altanto@gmail.com
Submitted: 13 Agustus
2018 / Revised: 26 Desember 2018 / Accepted: 26 Desember 2018
http://doi.org/10.21107/jk.v11i2.4276
ABSTRACT
Prialaot Sabang Water is planned
as marine tourism area. There is Shipwreck Site MS Sophie Rickmers. The site is
which one underwater tourism that very much interested. Quality water studies
is done because which one the parameter of very important especially for marine
life that is inseparable from marine tourism. The goal are to known the
condition more water quality parameters in Shipwreck around. Measurements of
water quality is done directly and testing in a labotatory also. The results
are paramater as visibility (8-11 m or 80-100%), turbinity (mean 0.08 NTU), pH
(mean 8,27), TDS (mean 51,25 mg/L), salinity (mean 31,27‰), temperature (mean 29,22°C),
BOD.5 (mean 0.78 mg/L), nitrite (mean 0,0075 mg/L), ammonia (mean 0,05 mg/L),
and heavy metals (Zn, Pb, Cu, and Cd, not detected on checking). Some other
parameters must to protected as, DO, nutrient (phospate and nitrate), and TSS.
Generally, DO value is 4,53 mg/L not significant effect for life of sea
organism, but still up down from quality standards (5 mg/L). Means of Phospate
values 0,08 mg/L and nitrite values 1,17 mg/L are high from quality standard
than life of sea organism dan marine tourism. TSS parameter has high value also
is mean of 21,83 mg/L. The condition of water quality still good for life
organism and marine tourism there.
Key words: sea water quality, marine tourism, marine life,
sophie rickmers, Sabang
ABSTRAK
Perairan Prialaot - Sabang direncanakan sebagai lokasi kegiatan wisata
bahari. Di perairan ini terdapat kapal tenggelam MS Sophie Rickmers,
merupakan salah satu tujuan wisata bawah air yang banyak diminati. Perlu
dilakukan kajian kualitas perairan, merupakan parameter penting suatu perairan
laut terutama bagi kehidupan biota laut yang tidak terpisahkan dari aktivitas
wisata bahari. Tujuannya adalah untuk mengetahui kondisi terkini beberapa
parameter kualitas perairan. Pengukuran
kualitas perairan dilakukan secara in-situ
dan pengujian di laboratorium. Hasil yang diperoleh, yaitu nilai kecerahan
perairan (8-11 m atau 80-100%), kekeruhan perairan (rataan 0,08 NTU), pH
(rataan 8,27), TDS (rataan 51,26 mg/L), salinitas (rataan 31,27‰), suhu (rataan
29,22°C), BOD.5 (rataan 0,78 mg/L), nitrit (rataan 0,0075 mg/L), amoniak
(rataan 0,05 mg/L), dan logam berat (Zn, Pb, Cu, dan Cd, tidak terdeteksi dalam
pengujian alat di laboratorium). Sedikit catatan untuk parameter DO, nutrien
(phospat dan nitrat), dan TSS perairan. Secara umum, nilai DO (rataan 4,53
mg/L) tidak berpengaruh signifikan terhadap biota laut, namun masih kurang dari
baku mutu (5 mg/L). Kondisi nutrien (phospat dan nitrat) masih bernilai tinggi
(rata-rata 0,08 mg/L dan 1,17 mg/L) dan berada di atas baku mutu air laut.
Untuk nilai parameter TSS perairan, memiliki nilai yang juga cukup tinggi
dengan rata-rata sebesar 21,83 mg/L. Hasil yang diperoleh bahwa kondisi
kualitas air laut sekitar kapal tenggelam MS
Sophie Rickmers perairan Prialaot Sabang masih dalam kondisi yang baik
untuk keperluan wisata bahari dan kehidupan biota laut.
Kata kunci: kualitas air laut, wisata bahari, biota laut, kapal tenggelam sophie rickmers, Sabang
PENDAHULUAN
Perairan Prialaot direncanakan sebagai lokasi kegiatan wisata bahari,
karena pada perairan ini terdapat kapal tenggelam Sophie Rickmers, yang merupakan salah satu tujuan dari wisata bawah
air. Kapal tenggelam MS Sophie Rickmers
berada pada kedalaman sekitar Perairan ini terletak pada bagian utara Pulau Weh
Sabang, dengan kondisi perairan teluk yang cukup tenang.
Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh memiliki potensi wisata yang cukup
beragam. Diantara sekian banyak potensi tersebut adalah dari potensi pesisir
pantai dan pemandangan bawah lautnya, yang memiliki pasir putih, terumbu
karang, dan ikan hias di kolom perairannya (Sobari, Fauzi and Iqbal, 2006). Lokasi TWA Laut Pulau Weh ini berada dekat dengan lokasi studi,
tentunya masih memiliki potensi yang hampir sama. Potensi-potensi yang ada
tersebut dapat dikembangkan sehingga menjadi penunjang wisata bahari di sekitar
lokasi kajian. Menurut (Yulianda, 2007) wisata bahari merupakan kegiatan wisata yang mengutamakan sumber daya
bawah air dan dinamika air laut. Hal tersebut salah satunya berkaitan erat
dengan kondisi kualitas perairannya.
Disamping potensi yang ada tersebut, lingkungan perairan Prialot ini juga
tidak terlepas dari pengaruh-pengaruh tertentu, baik dari alam ataupun akibat
ulah masyarakat setempat. Pencemaran lingkungan perairan dapat terjadi yakni
dengan masuknya zat-zat asing ke dalam perairan tersebut sehingga merubah sifat
(fisik, kimia, biologis) perairan tersebut (Ketchum, 1972; Edyanto, 2008). Dari kajian yang dilakukan oleh (Kurnio, Lubis and Widi, 2015), salah satu lokasi di sekitar Pulau Weh yaitunya perairan Prialaot
terdapat Gunung Api Bawah Laut (Submarine
Volcano). Kondisi alamiah tersebut, tentunya akan mempengaruhi perairan
sekitarnya secara langsung, dan biota laut secara tidak langsung. Salah satu
kondisi parameter air laut yang mendapat pengaruh nyata adalah dari suhu
perairan. Selain itu, nutrien tertentu juga tidak menutup kemungkinan dari
hasil aliran gunung api tersebut. Pencemaran suatu perairan laut terutama juga
dapat terjadi akibat tumpahan minyak, hampir seluruh kegiatan yang berada di
wilayah pesisir melakukan pembuangan limbahnya ke laut (Edyanto, 2008).
Untuk memaksimalkan potensi yang ada tersebut, serta sebagai antisipasi
dari pengaruh pencemaran yang dapat terjadi, maka perlu dilakukan kajian
tentang lingkungan perairannya, untuk melakukan rona awal dan proteksi ke
depannya jika sudah banyak aktivitas wisata berlangsung. Kondisi lingkungan
suatu perairan sangat penting dikaji sejak awal, untuk dijadikan acuan dan
masukan nantinya dalam proses perkembangannya menjadi lokasi wisata yang
berkelanjutan (Tanto et
al., 2018).
METODOLOGI
Terdapat 10 titik pengukuran kualitas air secara langsung di perairan
Prialaot (Gambar 1), sedangkan
untuk pengujian di laboratorium hanya dilakukan pada titik SW1, SW2, SGD
Prialaot, SW3, SW4, dan SW6 sebagai nilai yang cukup mewakili nilai kualitas
air laut secara keseluruhan di perairan Prialaot Sabang.
Pengukuran
kualitas air laut dilakukan secara langsung (in-situ) di lapangan pada bulan Agustus 2017 menggunakan alat
pengukur TOA multiparameter checker (Gambar 2.a), menghasilkan beberapa
parameter kualitar air laut diantaranya pH, TDS (total dissolved solid), salinitas, suhu, kekeruhan, dan oksigen
terlarut (dissolved oxigen/DO). Alat
ukur TOA dicelupkan ke dalam air
laut, baik pada permukaan laut maupun pada kedalaman tertentu (sekitar 5 m).
Nilai parameter-paramater yang tersebut di atas akan muncul pada display, dengan perlakuan hingga angka
yang tertera cukup stabil. Selain itu, juga menggunakan alat secchi disk (Gambar 2.c) untuk menentukan kecerahan perairan, sehingga dapat
menguatkan data kekeruhan yang dihasilkan oleh alat ukur TOA. Untuk pengambilan sampling air laut, terutama untuk kedalaman
tertentu (5 m) dilakukan dengan menggunakan botol Nansen (Gambar 2.b).
Gambar 1. Titik
lokasi pengambilan data kualitas air perairan Prialaot Sabang
Gambar 2. Beberapa alat ukur kualitas air laut:
a) TOA multiparameter checker,
b) botol Nansen, dan c) secchi disk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi
kualitas air laut sekitar kapal tenggelam Sophie
Rickmers (perairan Prialaot - Sabang) masih dalam kondisi yang baik dan
belum terlihat adanya gangguan yang berarti. Hal ini dapat terlihat dari hasil
pada Tabel 1, menjadikan lokasi
tersebut sangat cocok dikembangkan menjadi kawasan ekowisata bahari terutama
untuk wisata selam. Walaupun secara kedalaman laut, posisi kapal tenggelam
tersebut masih cukup dalam untuk penyelam pemula / basic, baru bisa dijadikankan untuk penyelam expert dan selam ilmiah. Namun tidak menutup kemungkinan di
kemudian hari juga dapat di buat skenario untuk bisa dinikmati dan dilakukan
oleh berbagai kalangan penyelam atau penikmat bawah air.
Parameter
kecerahan perairan, di sekitar perairan Prialaot memiliki perairan yang sangat
baik, kecerahan perairan mencapai 80 - 100 % dan 8 - 11 m (Tabel 1), terutama pada lokasi kapal tenggelam (SW1) memiliki
kecerahan perairan mencapai 90 - 100 %. Berdasarkan baku mutu dari KepmenLH
tahun 2004, kecerahan perairan lebih dari 6 m sudah cocok untuk dijadikan
sebagai tempat wisata bahari, apalagi hingga mencapai 100% tentunya perairan di
sekitar kapal tenggelam tersebut sangat baik. Dikuatkan lagi berdasarkan
kekeruhan perairannya yang memiliki rata-rata nilai sebesar 0,08 NTU, bahkan
tidak terlihat kekeruhan perairan yang berarti (secara umum 0 NTU). Semakin
kecil atau rendah tingkat kekeruhan suatu perairan, semakin dalam cahaya dapat
masuk ke dalam badan air (Tanto and Kusumah, 2016). Sehingga nilai yang diperoleh tersebut merupakan kondisi
yang normal, yang kecerahan perairan berbading terbalik dengan nilai kekeruhan
perairan. Selain itu, kekeruhan juga berpengaruh terhadap kandungan oksigen
dalam air. Air yang sangat keruh dapat mengganggu proses respirasi dan
menurunnya kadar oksigen dalam air (Mutmainah et al., 2016). Hanya pada lokasi muara sungai sekitar perairan Prialaot
saja yang memiliki kekeruhan perairan sebesar 1,5 NTU, sangat wajar karena
bagian muara merupakan aliran yang cukup dinamis, terdapat masukan sedimen dari
aliran sungai ke laut.
Tabel 1. Data in-situ kualitas air laut sekitar perairan Prialaot Sabang
Berdasarkan
parameter pH perairan, memiliki kisaran nilai sebesar 7,64 – 8,36, rata-rata
sebesar 8,27 (Tabel 1). Nilai paling
rendah sebesar 7,64 merupakan lokasi SGD / sumber air tanah (Gambar 3), yang diduga memiliki
kandungan air tawar. Selain itu, juga terlihat pada muara sungai memiliki pH
perairan yang juga lebih rendah dari lokasi lainnya sebesar 8, merupakan lokasi
perairan yang juga terjadi percampuran dengan air tawar sehingga memiliki pH
perairan yang lebih rendah. Secara kedalaman (antara permukaan dan kedalaman 5
m), secara umum nilai pH perairan masih dalam kisaran yang sama, hanya terlihat
data cukup berbeda pada lokasi SGD, yang mana pada permukaan dengan nilai yang
cukup rendah (payau) sedangkan pada kedalaman 5 m masih normal seperti pH
perairan laut secara umum pada lokasi tersebut. Dengan kondisi pH perairan ini,
secara umum nilainya masih aman dan baik untuk pengembangan wisata bahari (baku
mutu KepmenLH 2004 sebesar 7 – 8,5). Nilai baku mutu untuk biota lautpun sama
dengan baku mutu wisata bahari, sehingga kondsisi pH perairan tersebut masih
cocok untuk kehidupan biota laut untuk hidup lebih baik. Total dissolved solid (TDS) tidak ada dalam pembahasan baku mutu
air laut untuk wisata bahari maupun biota laut dalam KepmenLH tahun 2004,
kebanyakan hanya dari parameter TSS (total
suspended solid), namun akan sedikit dibahas karena merupakan salah satu
data yang terukur oleh alat TOA.
Nilai TDS yang terukur berkisar antara 29,4 – 53,3 mg/L dan rata-rata sebesar
51,26 mg/L (Tabel 1), artinya cukup
banyak jumlah partikel padat terlarut, baik berupa senyawa organik maupun
anorganik yang berukuran lebih kecil dari 1 nanometer. Dengan ukuran yang
sangat kecil tersebut, tentunya hal yang wajar terdapat dalam perairan laut
yang bergerak dinamis, dapat berupa debu dari lumpur ataupun plankton yang
melayang dalam air. Dari Enviromental
Protection Agency (EPA) USA dalam (Anonim, 2014), menyarankan bahwa
kadar maksimal kontaminan TDS adalah sebesar 500mg/liter (500 ppm), sedangkan
nilai ideal suatu perairan mencapai 50 mg/L (Anonim). Sehingga dengan nilai
TDS yang ada pada sekitar perairan lokasi kapal tenggelam tersebut, tentunya
tidak terlalu berpengaruh terhadap kondisi perairannya dan juga mendukung
wisata bahari di kawasan ini, serta baik bagi kehidupan biota laut. Secara
kedalaman, nilai TDS tidak mengalami perbedaan yang signifikan, antara
permukaan dan kedalaman 5 m, kisaran nilai TDS masih bernilai hampir sama (Gambar 4).
Gambar 4. Grafik
TDS perairan sekitar Prialaot Sabang
Parameter
salinitas perairan sekitar Prialaot berkisar antara 21,6 – 32,3 ‰ dan rata-rata secara
umum sebesar 31,27 ‰ (Tabel 1). Hanya pada lokasi
muara sungai (SW0) saja terlihat nilai salinitas kecil (sebesar 21,6 ‰) karena
adanya masukan air tawar pada perairannya tersebut. Pengaruh sungai di sekitar
perairan dapat meningkatkan variasi salinitas pada perairan pantai (Tanto, Putra and Yulianda, 2017). Dikuatkan oleh Supangat dan Susanna (Supangat and Susanna, 2005), salinitas permukaan laut dapat berkurang salah
satunya dengan adanya masukan air tawar di muara sungai. Untuk wisata bahari,
baku mutu air laut yang terdapat dalam KepmenLH (2004) adalah alami, dan
diperbolehkan terjadi perubahan sampai <5% salinitas rata-rata musiman. Nilai
salinitas perairan tersebut sudah sesuai dengan kondisi secara alami, sehingga
mendukung dalam pengembangan wisata bahari ke depannya. Secara kedalaman
perairan, antara permukaan laut dan kedalaman 5 m, masih terlihat nilai yang
hampir sama. Namun secara umum nilai salinitas pada kedalaman 5 m lebih tinggi
dibandingkan dengan permukaan air laut (Gambar
5).
Suhu perairan Prialaot berkisar antara 29 – 31,4 °C dan rata-rata sebesar
29,22 °C (Tabel 1), merupakan
perairan yang hangat. Pada rentang nilai >28 °C suhu permukaan laut di
daerah equator barat merupakan hamparan air yang sangat hangat (Tomczak and Godfrey, 2001). Kondisi suhu perairan tersebut dianggap sudah alami
karena Indonesia secara umum merupakan wilayah tropis. Berdasarkan kedalaman
perairan, secara umum kondisi alami suhu air laut pada bagian permukaan lebih
tinggi dari pada kedalaman tertentu. Hal tersebut dapat terjadi karena
intensitas panas matahari pada permukaan laut juga lebih tinggi dibandingkan
hingga menuju kedalaman tertentu. Kondisi suhu air laut tersebut dapat terlihat
pada Gambar 5, seperti titik SW0,
SW1, SGD, dan SW3 yang memiliki suhu air laut lebih hangat pada permukaan
perairannya. Terutama pada dekat muara yang hanya memiliki kedalaman <1 m,
terlihat suhu perairan lebih hangat dibandikan dengan lokasi lainnya. Hal ini
dapat terjadi karena pada perairan dangkal intensitas panas matahari lebih
cepat terserap dan bertahan pada perairan tersebut. Sedangkan pada titik
lainnya, suhu perairan memiliki nilai yang sama, karena perbedaan kedalaman
yang tidak terlalu besar. Berdasarkan baku mutu air laut, kondisi alami dari
suhu perairan merupakan syarat untuk pengembangan wisata bahari dan juga bagi
kehidupan biota laut, sehingga tentunya nilai tersebut sudah sesuai dan dapat
mendukung.
Hubungan antara suhu dan salinitas secara umum dapat terlihat
pada Gambar 5 tersebut, pada kondisi
suhu rendah nilai salinitas juga rendah, hal ini dapat terjadi karena proses
penguapan air laut akibat suhu yang tinggi menjadikan salinitas perairan
menjadi tinggi juga. Hal berbeda hanya terjadi pada titik muara (SW0), dimana
dengan suhu yang cukup tinggi (31,4°C) memiliki kandungan salinitas perairan
yang rendah (21,6‰). Kejadian tersebut dapat terjadi (berkebalikan dari kondisi
secara umum), karena pada titik pengukuran muara tersebut kedalaman perairan
cukup dangkal (hanya <1 m), sehingga panas matahari yang diterima perairan
hingga dasar cukup cepat terserap oleh sedimen/dasar perairan, menjadikan
perairan menjadi lebih hangat dari pada kondisi suhu perairan secara umum,
sedangkan masukan air tawar menjadikan saliniats perairan menjadi lebih rendah.
Untuk parameter DO (dissolved oxigen),
merupakan salah satu parameter yang cukup penting terhadap kehidupan biota
dalam air laut. Selain itu, juga penting terhadap wisata bahari. Nilai DO yang
terukur berkisar antara 4,4 – 4,69 mg/L dan rata-rata sebesar 4,53 mg/L.
Walaupun nilai DO tersebut lebih rendah dari baku mutu yang disyaratkan untuk
wisata bahari dalam KepmenLH tahun 2004 (>5 mg/L), namun masih dalam kadar
yang cukup baik untuk suatu perairan. Bahkan jika perairan tidak terdapat
senyawa-senyawa yang bersifat toksik kandungan oksigen sebesar 2 mg/L cukup
untuk mendukung kehidupan organisme perairan tersebut (Marabessy et al. (2005) dalam (Arizuna, Supropto and Muskananfola, 2014). Pada permukaan laut, nilai DO dapat dipengaruhi oleh
diffusi oksigen dari udara dan juga laju fotosintesis oleh tumbuhan laut (Wisha, Tanto and Ilham, 2016). Berdasarkan kedalaman, secara umum dari keseluruhan
hasil pengukuran, DO permukaan perairan lebih tinggi dari pada kedalaman 5 m.
Namun pada dua titik saja (SGD dan SW5), terjadi kebalikannya. Pada lokasi
tersebut, terutama lokasi SGD yang merupakan tempat keluarnya air tanah,
tentunya sangat kaya oksigen akibat pengadukan dari keluaran air tanah tersebut
sehingga menjadikan nilai DO pada kedalaman 5 m menjadi lebih tinggi.
Parameter kualitas air laut yang dilakukan pengujian pada laboratorium,
secara umum hasil
yang peroleh tersebut (Tabel 2)
masih memiliki kondisi air laut yang menunjukkan baik. Kandungan logam berat
(Zn, Pb, Cu, dan Cd) pada perairan Prialaot (sekitar kapal tenggelam), tidak
terdeteksi hingga batas terkecil pembacaan alat uji. Hasil yang diperoleh
adalah Zn sebesar <0,0011 mg/L, Pb <0,0012, Cu <0,004, dan Cd
<0,0012. Dengan demikian, perairan Prialaot tersebut terhindar dari
pencemaran logam berat dan masih dalam kondisi yang sangat baik. Sehingga untuk
wisata bahari, kandungan logam berat tersebut masih jauh di bawah baku mutu air
laut dalam Keputusan Menteri LH (Menteri LH, 2004). Sama halnya dengan kehidupan biota laut, berdasarkan baku
mutu tersebut, masih di bawah baku mutu air laut. Hanya saja, untuk parameter
Cd, memiliki nilai yang bisa sedikit melebihi baku mutu air laut, namun tidak
signifikan mempengaruhi terhadap kehidupan biota.
Berbeda
dari kondisi logam berat, kandungan nutrien (Fosfat dan Nitrat) perairan
Prialaot cukup tinggi dan secara umum berada di atas batas baku mutu air laut,
baik untuk kehidupan biota laut maupun untuk keperluan wisata bahari. Nilai
fosfat berkisar antara 0,01 – 0,14 mg/L dan rata-rata 0,08 mg/L (Tabel 2). Dengan baku mutu (wisata
bahari dan biota laut) sebesar 0,015 mg/L, tentunya nilai yang terkandung dalam
perairan sekitar kapal tenggelam tersebut cukup tinggi. Kandungan yang tinggi
dari fosfat ini dapat berasal dari keluaran air tanah (SGD) yang memiliki
beberapa sumber di sekitar kawasan tersebut. Terlihat pada Gambar 7 dengan nilai fosfat dekat SGD sebesar 0,11 mg/L, namun
dekat dengan posisi kapal tenggelam yang cukup jauh dari sumber tidak terlihat
pengaruh signifikan dari sumber air tanah tersebut, karena kandungan fosfat
pada lokasi ini sangat rendah, yaitu sebesar 0,01 mg/L (masih di bawah baku
mutu). Untuk nilai kandungan nitrat perairan Prialaot lebih tinggi lagi
berkisar antara 0,8 – 1,3 mg/L dan rata-rata sebesar 1,17 mg/L (Tabel 2). Baku mutu air laut untuk
kandungan nitrat, terhadap kehidupan biota laut dan wisata bahari sebesar 0,008
mg/L. Seperti halnya kandungan nutrien lainnya, kemungkinan besar sumber nitrat
juga berasal dari air tanah (SGD). Dengan tinggi nya kandungan nitrat, cukup
menjadi perhatian. Sehingga perlu pengujian yang lebih difokuskan pada
kandungan sumber air tanah (SGD) tersebut, apakah benar memiliki kandungan
nutrien yang tinggi, atau sumber nutrien tersebut dapat berasal dari sumber
lainnya.
Tabel 2. Data uji lab kualitas air laut sekitar
perairan Prialaot - Sabang
Catatan: simbol #)
merupakan batas pembacaan alat uji
Gambar 7. Grafik
kandungan fosfat dan nitrat permukaan perairan Prialaot Sabang
Sangat berbeda jauh dengan
kandungan nitrat dan fosfat, kandungan nitrit perairan Prialaot malah sangat
kecil, berkisar antara 0,005 – 0,009 mg/L (Tabel
2) dan rata-rata sebesar 0,0075 mg/L. namun dalam KepmenLH tahun 2004,
kandungan nitrit ini tidak menjadi perhatian besar dan tidak terdapat baku
mutunya dalam peraturan tersebut, baik untuk kriteria pelabuhan, wisata bahari,
maupun untuk kehidupan biota laut. Untuk kandungan ammonia permukaan laut
perairan Prialaot (sekitar kapal tenggelam) berkisar antara 0,02 – 0,08 mg/L
dan rata-rata sebesar 0,05 mg/L (Tabel 2).
Nilai ammonia yang terkandung dalam perairan tersebut cukup rendah, dan dalam
kondisi baik untuk kehidupan biota laut (baku mutu sebesar 0,3 mg/L) (Gambar 8), sedangkan untuk kegiatan
wisata bahari baku mutu air laut untuk parameter ammonia adalah nihil, sehingga
tentunya dengan hasil tersebut juga sangat mendukung kegiatan wisata bahari di
perairan tersebut. Secara umum, ammonia dapat berasal dari buangan dari
organisme yang hidup dalam perairan. Selain itu juga dapat berasal dari sumber
air tanah (SGD) yang ada pada wilayah perairan ini, namun dengan kandungan yang
masih sangat rendah.
Hasil
pengujian lainnya berupa BOD.5 dan pH, masih dalam kondisi baik bagi perairan.
Nilai masing-masing nya adalah BOD.5 berkisar 0,6 - 1,24 mg/L dan rata-rata sebesar 0,78 mg/L,
serta pH berkisar dengan nilai 7,67 – 8,31 dan rata-rata sebesar 8,13.
Kandungan BOD.5 dalam perairan tersebut masih berada jauh di bawah batas baku
mutu air laut (Gambar 9), baik dari
wisata bahari (baku mutu sebesar 10 mg/L) apalagi terhadap kehidupan biota laut
(baku mutu sebesar 20 mg/L). Secara umum, nilai BOD.5 ≤ 2,9 mg/L berarti
perairan tersebut tidak tercemar. Untuk parameter pH sendiri sudah diperoleh
dari pengukuran secara langsung dari alat ukur TOA, dan memiliki nilai yang tidak berbeda secara signifikan jika
dibandingkan dengan hasil pengujian di laboratorium. Terlihat nilai pH lebih
rendah dari lokasi lainnya, sebesar 7,67 yang berarti payau atau terjadi
pencampuran air laut dengan air tawar, yang diduga kandungan air tawar berasal
dari sumber air tanah (SGD) tersebut. Berdasarkan baku mutu (biota laut dan
wisata bahari), nilai pH tersebut masih dalam rentang yang disyaratkan yaitu
antara 7 – 8,5 (Menteri LH, 2004).
Gambar 9. Grafik kandungan BOD.5 permukaan
perairan Prialaot Sabang
Gambar 10. Grafik
pH permukaan perairan Prialaot Sabang
Secara umum, jika dibandingkan
dengan pengukuran in-situ, baik dari
parameter kekeruhan perairan (secara umum 0 NTU, terbesar hanya 1,5 NTU),
maupun dari parameter TDS yang cukup alami (rata-rata sebesar 51,26 mg/L)
karena masih berada dalam kisaran air laut yang aman untuk kehidupan biota
laut. Dengan kondisi tersebut, perlu dilakukan pengujian ulang yang lebih
teliti dan akurat, sehingga kesalahan dapat dihindari, baik kesalahan akibat
manusia (human error) dalam melakukan
pengujian dan juga dari kesalahan dalam teknik/metode pengujian laboratorium.
Karena definisi paramater TSS mirip dengan parameter TS dan TDS, hanya dalam
perhitungan (ukuran) dan metode ujinya yang berbeda.
KESIMPULAN
DAN SARAN
Kondisi kualitas air laut sekitar kapal tenggelam Sophie Rickmers perairan Prialaot, Pulau Weh Sabang masih dalam
kondisi yang baik, untuk parameter kecerahan dan kekeruhan perairan, pH, TDS,
salinitas, suhu, BOD.5, nitrit, ammoniak, dan logam berat (Zn, Pb, Cu, dan Cd). Secara khusus kondisi kualitas perairan di
Prialaot baik dan mendukung untuk keperluan wisata bahari dan kehidupan biota
laut. Sedikit catatan untuk parameter DO, nutrien (phospat dan nitrat), dan TSS
perairan. Secara analisis kualitas perairan yang diperoleh, nilai DO tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap biota laut (rata-rata sebesar 4,4 mg/L),
namun masih kurang dari baku mutu (5 mg/L). Selain itu, kondisi nutrien
(phospat dan nitrat) masih bernilai tinggi (rata-rata 0,08 mg/L dan 1,17 mg/L)
dan berada di atas baku mutu air laut, baik untuk kegiatan wisata bahari dan
kehidupan biota laut. Untuk nilai parameter TSS perairan, memiliki nilai yang
cukup tinggi dengan rata-rata sebesar 21,83 mg/L.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim Apakah Itu TDS (Total Dissolved Solids)?, https://multimeter-digital.com.
Available at:
https://multimeter-digital.com/apakah-itu-tds-total-dissolved-solids.html
(Accessed: 18 October 2017).
Anonim (2014) TDS Dalam Air (Total Dissolved Solids), http://nanosmartfilter.com.
Available at: http://nanosmartfilter.com/tds-dalam-air-total-dissolved-solids/
(Accessed: 18 October 2017).
Arizuna, M., Supropto, D. and Muskananfola, M. . (2014)
‘Kandungan Nitrat dan Fosfat dalam Air Pori Sedimen di Sungai dan Muara Sungai
Wedung Demak’, Diponegoro Journal of Maquares, 3(1), pp. 7–16.
Edyanto, C. H. (2008) ‘Penelitian Aspek Lingkungan Fisisk
Perairan Sekitar Pelabuhan Sabang’, Sains dan Teknologi Indonesia,
10(2), pp. 119–127.
Kurnio, H., Lubis, S. and Widi, H. C. (2015) ‘Submarine
Volcano Characteristics in Sabang Waters’, 30(2), pp. 85–96.
Menteri LH (2004) Baku Mutu Air Laut.
Mutmainah, H. et al. (2016) ‘Kajian Kesesuaian
Lingkungan untuk Pengembangan Wisata di Pantai Ganting, Pulau Simeulue,
Provinsi Aceh’, Jurnal Depik Unsyiah, 5(1), pp. 19–30.
Sobari, M. P., Fauzi, A. and Iqbal, M. (2006) ‘Analisis Nilai
Ekonomi Taman Wisata Alam Laut Pulau Weh di Kota Sabang’, Mangrove dan
Pesisir, VI(3), pp. 19–31.
Supangat, A. and Susanna (2005) Pengantar Oseanografi.
Edited by BRKP-DKP. Jakarta: Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumber Daya Non
Hayati. BRKP-DKP.
Tanto, T. Al et al. (2018) ‘Kajian Kesesuaian dan Daya
Dukung Pulau Sirandah Untuk Mendukung Wisata Kepulauan di Kota Padang’, Jurnal
Kelautan Nasional, 13(1), pp. 1–13. doi:
http://dx.doi.org/10.15578/jkn.v12i3.6245.
Tanto, T. Al and Kusumah, G. (2016) ‘Kualitas Perairan Teluk
Bungus Berdasarkan Baku Mutu Air Laut Pada Musim Berbeda’, Maspari Journal,
8(2), pp. 135–146.
Tanto, T. Al, Putra, A. and Yulianda, F. (2017) ‘Kesesuaian
Ekowisata di Pulau Pasumpahan, Kota Padang’, Majalh Ilmiah Globe - BIG,
19(2), pp. 135–146. doi: 10.24895/MIG.2017.19-2.606.
Tomczak, M. and Godfrey, J. S. (2001) Regional
Oceanography: An Introduction. Published. Printed and bound by Butler &
Tanner Ltd, London.
Wisha, U. J., Tanto, T. Al and Ilham (2016) ‘Physical and
Chemical Conditions of Bayur Bay Waters on the East and West Season’, Jurnal
Ilmu Kelautan UNDIP, 22(1), pp. 15–24. doi: 10.14710/ik.ijms.22.1.15-24.
Yulianda, F. (2007) ‘Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif
Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Berbasis Konservasi’, in Seminar Sains.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar